Suar.ID – Fikri Pribadi, seorang pengamen mengaku dirinya mendapat penyiksaan dari penyidik Polda Metro Jaya saat menjadi saksi penemuan mayat.
Diwartakan Kompas.com (18/7/2019), ia mengalami penyiksaan itu bersama pengamen lain karena dipaksa mengaku sebagai pelaku pembunuhan di kolong jembatan, samping Kali Cipulir, Jakarta Selatan, 2013.
Berawal dari Fikri dan tiga temannya Fatahillah (12), Ucok (13), dan Pau (16) menemukan sesosok mayat di bawah kolong jembatan pada malam hari, yang tidak dikenalnya sama sekali.
Fikri lantas melapor ke sekuriti dan laporan diteruskan ke kantor polisi. Fikri dan teman-temannya pun diminta jadi saksi proses penyidikan.
Namun, selain diperiksa, Fikri juga disiksa oleh para oknum polisi.
Penyiksaan tersebebut diterima mereka secara bergantian. Mereka harus menerima penyiksaan tersebut selama seminggu.
Karena tidak kuat akan siksaan tersebut, mereka akhirnya memilih mengaku. Mereka pun tidak tahu apa dasar polisi menuduh mereka sebagai tersangka. Mereka akhirnya mengaku dan kasus itu naik ke kejaksaan hingga akhirnya disidangkan di pengadilan.
Mereka divonis hakim bersalah dan harus mendekam di penjara anak Tangerang.
Belakangan, Fikri dan teman-temannya dinyatakan tidak bersalah dalam peristiwa pembunuhan tersebut.
Mereka dinyatakan tidak bersalah dalam putusan Mahkamah Agung melalui putusan Nomor 131 PK/Pid.Sus/2016.
Mereka pun bebas pada 2016. Selang tiga tahun kemudian, LBH Jakarta kembali memperjuangkan hak ganti rugi atas penahanan tersebut.
Sementara pihak Polda Metro Jaya sendiri sebagai termohon, belum memberikan tanggapan terkait tuntutan ini saat dimintai keterangan oleh Kompas.com.
Taktik interogasi yang digunakan polisi
Terlepas dari kasus yang menimpa Fikri dan teman-temannya, hal semacam itu tidak menutup kemungkinan memang bisa dilakukan polisi.
Melansir Listverse, polisi memiliki taktik-taktik tersendiri saat menginterogasi seseorang terkait dengan suatu kejahatan.
Mereka, memiliki taktik-taktik tertentu yang digunakan untuk menarik pengakuan, bahkan jika seseorang tersebut tidak bersalah.
Baca Juga: Ahmad Dhani Tak Kuasa Menahan Tangis saat Diharuskan Memilih Al-Ghazali atau Shafeea
Tentu hal tersebut memicu kontroversi.
Mereka juga secara hukum diperbolehkan berbohong kepada para tersangka agar mau berbicara.
Kalau Anda mungkin pernah membayangkan seorang polisi tidak mungkin membuat Anda mengakui suatu kejahatan yang tidak Anda lakukan, pikiran itu bisa saja salah.
Taktik tertentu yang mereka gunakan bahkan dapat membuat orang paling sulit berbicara pun mau untuk buka suara.
Berikut beberapa taktik interogasi yang dilakukan polisi.
1. Polisi bertindak seperti ingin membantu Anda
Polisi selalu memberitahu tersangka bahwa mereka hanya ingin membantunya.
"Kami sudah memiliki cukup bukti untuk menahan Anda, jadi ini adalah satu kesempatan Anda untuk menceritakan kisah Anda," adalah beberapa frasa yang digunakan polisi untuk meyakinkan tersangka.
Jawaban terbaik yang bisa Anda katakan adalah, "saya menginginkan seorang pengacara."
Dalam People v Gurule (2002) California, seorang tersangka dan komplotannya dicari karena pembunuhan.
Kaki tangan memberikan pengakuan penuh bahwa tersangka adalah pembunuhnya.
Baca Juga: Perut Puput Nastiti Devi Jadi Sorotan dan Disebut Sedang Hamil, Begini Reaksi Ayah Mertua Ahok
Baca Juga: Ahmad Dhani Tak Kuasa Menahan Tangis saat Diharuskan Memilih Al-Ghazali atau Shafeea
Polisi berbohong kepada tersangka bahwa mereka memiliki cukup bukti untuk menjauhkannya dari kasus pembunuhan tersebut.
Tersangka kemudian mengatakan kepada polisi bahwa teman-temannya telah melakukan pembunuhan, dan pernyataannya itu digunakan polisi untuk melibatkannya dalam kasus itu.
Polisi tidak membantunya. Pekerjaan mereka hanya menyelidiki kasus.
Kasus yang paling sulit dituntut adalah dimana tersangka tidak mau berbicara kepada polisi. Satu-satunya hal yang dilakukan oleh polisi untuk membantunya adalah dengan memberatkan diri tersangka sendiri.
2. Berbohong tentang pengakuan komplotannya
Cara lain yang dilakukan polisi untuk berbohong secara hukum kepada tersangka adalah dengan mengatakan kepada tersangka bahwa komplotannya telah mengaku.
Selama petugas tidak berbohong sampai pada titik paksaan, itu legal dilakukan.
Investigator biasanya menggunakan teknik ini untuk mengekstrak detail-detail kecil, seperti waktu kejahatan dan lokasi.
Polisi dapat mengajukan pertanyaan yang tampak tidak penting tetapi jawaban dari Anda dapat dijadikan sebagai fakta.
Seperti pertanyaan, "Dimana Anda bertemu teman Anda?"
Seperti kasus Martin Frazier dan sepupunya dalam sebuah bar tempat seorang korban terakhir terlihat hidup.
Kedua pria itu ditangkap. Saat menginterogasi Frazier, polisi berbohong dan mengatakan kepadanya bahwa sepupunya telah mengakui kejahatan itu dan mengatakan semuanya pada mereka.
Frazier tidak pernah mengaku, tetapi dia membuat pernyataan bahwa dia dan sepupunya ada di bar malam itu.
Pernyataan-pernyataan itu oleh penyidik digunakan untuk menghukum Frazier.
3. Polisi akan menganggap Anda bersalah
Penyidik masuk ke setiap kasus dengan asumsi semua tersangka bersalah dan memperlakukan mereka seperti itu.
Polisi dilatih untuk mempelajari bahasa tubuh seperti kontak mata, gerak tubuh, dan postur untuk memahami kapan seseorang berbohong.
Seni menafsirkan bahasa tubuh dapat membantu simpatisan memahami apakah tersangka berbohong atau mengatakan yang sebenarnya.
Seperti seorang tersangka yang menyilangkan lengan, mereka tidak berpikiran terbuka.
Mereka yang memutuskan kontak selama interogasi sedang berbohong. Atau, orang yang menjawab pertanyaan terlalu cepat atau terlalu lambat sedang menipu.
Tetapi, apakah selalu benar?
Itu hanyalah perilaku yang ditunjukkan orang ketika mereka gugup.
Jika seorang tersangka tidak bersalah dan gugup, dia kemungkinan besar akan menunjukkan perilaku ini.
Sehingga lebih mudah bagi polisi untuk menggunakan taktik lain untuk memaksanya melakukan pengakuan palsu.
Baca Juga: Mantan Raja Malaysia Dilaporkan Bercerai dengan Ratu Kecantikan dari Rusia setelah 6 Bulan Menikah