Suar.ID -Lagi-lagi ada kisah pilu dibalik sistem zonasi yang diterapkan pemerintah tahun ini.
Cerita kali ini datang dari seorang pelajar asal Gunungkidul, Yogyakarta yang terancam tak bisa melanjutkan sekolahnya karena terlempar dari zonasi.
Selain itu, usianya pun lebih tua dibanding pendaftar lainnya.
Muhammad Pasha Pratama (12) warga Padukuhan Bulu, RT 05 RW 14, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, tampak malu ketika para wartawan berkunjung ke rumah sederhana milik kakek dan neneknya.
Dia masih tampak kecewa karena tidak bisa masuk ke SMPN 2 Karangmojo.
Padahal, sekolah tersebut hanya berjarak 2 kilometer dari rumah yang dia tinggali bersama bapaknya Sugeng yang mengalami gangguan kejiwaan, kakek, dan neneknya.
Ibunya sudah meninggal sejak dirinya duduk di bangku kelas 3 sekolah dasar.
Baca Juga: Nasib Anak Semata Wayang Rey Utami dan Pablo Benua, Setelah Kedua Orang Tuanya Resmi Jadi Tersangka
Saat ditemui Pasha hanya menunduk, terkadang saat diajak berbicara matanya berkaca-kaca.
Bocah bertubuh gempal ini sesekali masuk ke dalam kamar dan sedikit malu menceritakan pengalaman pahitnya yang harus gagal masuk sekolah impiannya sejak lama.
Bahkan, peralatan sekolah seperti buku, tas, dan sepatu sudah dipersiapkan dari tabungan sejak beberapa tahun lalu. Uangnya diperoleh saat dirinya dari tetangga sekitarnya.
"Saya inginnya sekolah di SMP 2 Karangmojo, karena dekat, dan teman-teman saya juga banyak yang mau sekolah di situ," katanya kepada wartawan di rumahnya Kamis (11/7/2019).
Saat dimintai menceritakan pengalamannya mendaftar, Pasha berkisah, bersama dengan teman-teman sebayanya, ia mendaftar ke SMPN Karangmojo.
Bermodalkan nilai UN 15,83 dan jarak ke sekolah yang kurang lebih hanya sekitar 2 kilometer, Pasha pun percaya diri dengan pilihannya.
Apalagi, beberapa temannya yang memiliki nilai di bawah dirinya pun mendaftar di sekolah yang sama.
Namun, harapan besar itu runtuh ketika namanya tidak ada dalam daftar yang diterima saat pengumuman Pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru ( PPDB).
Beberapa kali Pasha mencari namanya di dalam pengumuman tetapi hasilnya nihil.
Saat itu, dirinya ingin menangis, tetapi malu.
"Saya cari nama saya di papan pengumuman kok tidak ada, ternyata saya tidak diterima dan itu rasanya sedih sekali.
Tapi teman saya yang nilainya lebih rendah dan rumahnya lebih jauh (dari SMP N 2 Karangmojo) malah keterima. Itu yang membuat saya kecewa, padahal nilai saya tidak begitu buruk yaitu 15,83 dan teman saya yang nilainya 13 malah keterima," ujarnya.
Hingga kini dirinya belum memutuskan mendaftarkan ke sekolah lain. Jarak terdekat dengan SMP swasta berjarak 5 kilometer.
Jika dirinya mendaftar, keluarga sederhana ini bingung mengenai transportasi hingga biaya sekolahnya nanti.
Apalagi Sugeng ayahnya menderita gangguan kejiwaan tidak bekerja.
Neneknya Rebi (65) hanya bekerja sebagai buruh tani tidak seberapa hasilnya.
"Membeli air saja susah, mengingat saat ini masa kekeringan dan sulit untuk mencari air untuk pengairan," ucap Rebi.
Setiap hari Rebi memberi semangat pada sang cucu. Namun, apa daya, ekonomi yang sulit membuat dirinya tidak bisa berbuat banyak.
Dengan jarak 5 kilometer, jika harus berjalan pasti akan melelahkan, apalagi tidak ada transportasi umum ke sekolah tersebut. Jika ingin diantar menggunakan kendaraan sepeda motor, keluarga ini tidak memilikinya.
"Saya ingin Pasha sekolah," katanya.
Tetangga keluarga Pasha, Sarwanto mengatakan, dirinya sering memberikan semangat untuk Pasha.
Saat mengetahui tidak diterima, Pasha sempat mengurung diri di rumah.
"Lalu saya tanya kalau sekolah tidak di SMP 2 Karangmojo bagaimana?
Pasha mengaku bingung harus naik apa kesekolah mengingat disini tidak ada angkutan umum.
Sudah lama daerah sini tidak ada angkutan umum," ucapnya.
Hal serupa dialami Romi Kurniawan (12), yang rumahnya tidak jauh dari rumah Pasha.
Dirinya tidak diterima di SMP 2 Karangmojo meski nilainya 18, karena sistem zonasi.
"Saat mendaftar posisi berada di tengah-tengah lalu lama kelamaan tergeser dan akhirnya terlempar dari SMP 2 Karangmojo.
Pilih di SMP 2 Karangmojo karena dekat dengan rumah, sedangkan tetangga ada 4 orang yang diterima di SMP 2 Karangmojo.
Nilai saya 18 dan yang diterima nilainya kurang dari saya," ucapnya Namun, Roni, dirinya lebih beruntung karena keluarganya tergolong mampu.
Untuk berangkat sekolah dirinya pun diantar oleh keluarganya. Akhirnya dirinya mendaftar ke sekolah swasta di Kota Wonosari.
Tak ada solusi
Kepala Bidang SMP, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) kabupaten Gunungkidul, Kisworo mengatakan saat pendaftaran ada 3 kriteria yang menentukan apakah siswa tersebut diterima atau tidak.
Adapun 3 kriteria itu, yang pertama diprioritaskan adalah jarak dari rumah ke sekolah, keduanya adalah umur, dan ketiga adalah saat pendaftaran.
Pihaknya sudah mendengar keluhan para siswa yang gagal masuk ke sekolah tersebut.
"Kita sudah cek langsung, dan memang ada murid yang lebih dekat dibandingkan Pasha.
Kalaupun jaraknya sama kalah di usia berdasarkan berkas yang bersangkutan lebih tua tiga hari," ucapnya.
Pihaknya tidak bisa berbuat banyak terkait adanya kebijakan dari pusat. Batasan usia pendaftar PPDB SMP tidak lebih dari 15 tahun.
Namun, jika rata-rata usia pendaftar adalah 12 tahun atau 12 tahun lebih 1 hari maka otomatis Pasha terlempar dari peringkatnya.
"Sedangkan untuk NEM memang diabaikan karena hanya untuk pelengkap administrasi saja," katanya.
Kepala SMP 2 Karangmojo Tumijo mengakui, nilai tidak terpantau saat mendaftar karena menggunakan sistem zonasi. Pihaknya tidak bisa berbuat banyak, karena daerah lain pun mengalami hal tersebut.
"Di sistem PPDB zonasi antara anak satu dengan yang lain pasti berbeda walaupun perbedaannya hanya nol koma itulah yang dihitung," katanya.
(Markus Yuwono)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Gagal PPDB, Anak dari Keluarga Miskin Ini Tak Bisa Lanjutkan Sekolah