Suar.ID -Kejadian ini terjadi pada Minggu, 3 Maret 2019 lalu.
Saat itu, tiga kapal patroli Vietnam ditenggelamkan TNI AL karena dianggap melanggar kedaulatan NKRI.
Penenggelaman itu tepat seminggu setelah aksi provokasi dua kapal perikanan Vietnam yang mencoba menghalangi KRI Bung Tomo 357.
Saat itu, Komandan Lanal Ranai Kolonel Laut (P) Harry Setyawan mengatakan, pemusnahan ini dilakukan karena kapal ikan asing tersebut sudah mendapatkan surat keputusan (SK) dari Pengadilan Negeri (PN) Ranai untuk dimusnahkan.
“Penenggelaman ini sengaja dipercepat untuk mekanisme memperlancar proses hukum dan untuk mengurangi resiko bagi warga negara asing (WNA) yang menjadi tersangka," kata Kolonel Harry melalui pesan singkatnya, Senin (4/3/2019).
Sepekan setelah Kapal Patroli Vietnam Gertak Kapal Perang TNI, 3 Kapal Vietnam Ditenggelamkan.
Menurutnya, tindakan memusnahkan KIA dengan cara dibakar ini boleh dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
"Dua buah KIA yakni KIA Vietnam KG 94810 TS, merupakan tangkapan KRI Wiratno-379 yang ditenggelamkan pada posisi 03 35 970 U - 108 06 693 T, dan KIA Vietnam BV 92439 TS, merupakan tangkapan KRI Silas Papare-386 ditenggelamkan pada posisi 03 36 033 U - 108 06 682 T," terangnya.
"Dan satunya lagi dimusnahkan dengan cara dibakar pada posisi 03 40 22 LU - 108 6 31 BT di Sabang Mawang," katanya menambahkan.
Pemusnahan ini menindaklanjuti perintah Panglima Komando Armada I Laksamana Muda TNI Yudo Margono, untuk memusnahkan barang bukti KIA yang beroperasi secara ilegal di perairan yurisdiksi nasional.
Tindakan ini dilakukan karena para pelaku sudah melanggar kedaulatan negara Republik Indonesia.
Penenggelaman ini juga dilakukan sebagai upaya pemerintah memberikan efek jera terhadap aksi pencurian ikan di Perairan Natuna.
Proses pemusnahan KIA Vietnam dengan cara ditenggelamkan diharapkan agar kondisi kapal tetap terjaga dan dapat berfungsi sebagai rumpon di lokasi penenggelaman kapal.
"Kapal-kapal ini kami tenggelamkan secara perlahan agar tidak mencemari laut yang ada di Perairan Natuna."
"Harapan kami dengan ditenggelamkannya kapal ini nantinya akan tumbuh terumbu karang sebagai tempat berkumpulnya ikan serta biota laut lainnya," paparnya.
Lebih jauh Harry mengatakan, dirinya mengajak masyarakat untuk ikut serta memerangi praktek illegal fishing.
Salah satunya dengan cara ikut serta mengawasi pergerakan pelaku pencurian ikan oleh KIA di Perairan Indonesia.
"Kalau laut kita aman, tentunya nelayan lokal yang paling merasakan manfaatnya karena terjaganya sumber daya alam yang ada di laut kita," ujarnya.
Sebelumnya kapal perang TNI AL KRI Bung Tomo (TOM)-357 menangkap 4 kapal penangkap ikan berbendera Vietnam, Minggu (24/2/2019) pukul 07.40 WIB.
“Keempat kapal itu diduga menangkap menggunakan trawl (pukat) di Landas Kontinen Laut Natuna, Indonesia,” ujar Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Komandan Satgas 115, Susi Pudjiastuti, dalam konferensi persnya, di Bandung, Senin (25/2/2019).
Susi menuturkan, keempat kapal tersebut yakni BV 525 TS dengan muatan 1 palka ikan, BV 9487 TS bermuatan 2 palka ikan, BV 4923 TS dengan muatan 1 palka ikan, dan BV 525 dengan muatan kosong.
Namun, saat KRI TOM-357 sedang menggiring 4 kapal tersebut, terdapat kapal Vietnam Fisheries Resources Surveillance (VFRS) bernama Kiem Ngu 2142124 dan 214263 menerobos masuk ke wilayah ZEE Indonesia.
“Kapal itu melakukan manuver yang mengancam dengan upaya menghalangi pengawalan empat kapal ikan hingga membahayakan KRI TOM-357,” ucap dia.
Setelah dapat mengindar dari manuver tersebut, pasukan TNI AL melanjutkan pengawalan ke Pangkalan Utama TNI AL yang berada di Tanjung Pinang, Riau.
Berdasarkan penelusuran, VFRS merupakan lembaga pemerintahan yang bergerak di bawah Kementerian Pertanian dan Pengembangan Daerah Tertinggal, Vietnam.
VFRS merupakan satuan tugas non-militer yang bertanggung jawab untuk melakukan patroli, monitoring dan surveillance, serta menindaklanjuti pelanggaran hukum serta inspeksi pegiatan perikanan di wilayah perairan Vietnam.
“Berkoordinasi dengan tentara Vietnam, Vietnamese Coast Guard, dan Vietnam Border Defense Force, VFRS tercatat memiliki paling tidak100 kapal pada tahun 2013,” ucap dia.
Kapal itu berfungsi untuk melakukan kontrol kegiatan perikanan dan menangkap kapal ikan asing yang masuk ke perairan Vietnam.
“Dan ini bukan kali pertama dilakukan VFRS saat aparat penegak hukum Indonesia menangkap kapal Vietnam yang melakukan illegal fishing di Indonesia,” kata dia.
Sebelumnya, pada 19 Februari 2019, kapal VFRS bernama KN-241 melakukan hal yang sama saat kapal pengawas perikanan Indonesia, KP HIU Macan 01 milik PSDKP KKP menangkap 4 kapal Vietnam di Natuna Utara.
“Dulu, Vietnam lakukan illegal fishing tanpa ada pengawalan, sekarang ada pengawalan,” ungkap dia.
Sementara itu, Komandan Guspurla Armada I, Laksma TNI Irvansyah menceritakan kronologi penangkapan empat kapal Vietnam.
“Modusnya mutar-mutar, sedangkan ukuran kapal kami lebih besar, jadi lebih sulit mutar. Mirip kayak sepeda lawan truk, kami mutarnya agak lama,” ungkap dia.
Begitupun saat kapal Vietnam bermanuver di depan haluan untuk menghalangi dan mencegah kapal ikan Vietnam memasuki perairan Indonesia.
“Kami berikan tembahan peringatan dengan peluru senjata ringan namun tidak mereka acuhkan."
"Kami gemas juga, karena masih bermanuver. Lalu kami berikan tembakan peringatan dengan peluru agak besar,” ungkap dia.
Dalam penangkapan tersebut, tidak ada yang terluka.
Sebagian ABK dari kapal Vietnam dipindahkan ke KRI TOM-357.
“Kemungkinan Jumat baru sampai di Tanjung Pinang untuk proses lebih lanjut,” pungkas dia.
Sepekan setelah Kapal Patroli Vietnam Gertak Kapal Perang TNI, 3 Kapal Vietnam Ditenggelamkan.
Kapal nelayan Vietnam yang ditangkap KRI Bung Tomo 357 (TNI AL)
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meminta pemerintah Vietnam meminta maaf atas insiden yang terjadi di Natuna, pekan lalu.
“Kami meminta pemerintah Vietnam, melalui koridor diplomatik resmi, memberikan penjelasan serta pernyataan maaf atas insiden yang terjadi,” ujar Susi dalam konferensi persnya di Bandung, Senin (25/2/2019).
“Kami akan protes lewat Kemenlu. Bu Retno akan lakukan protes secara resmi (ke Vietnam). Kami juga akan surati lembaga internasional,” ucap Susi.
Lembaga internasional yang dimaksud, terutama badan yang mengurusi seafood, sertifikasi, dan lainnya. Karena ternyata, seafood Vietnam masuk IUUF.
Susi menjelaskan, sejak Oktober 2014, dari 488 kapal pelaku IUU Fishing yang ditenggelamkan, 276 di antaranya adalah kapal ikan berbendera Vietnam.
Selain itu, terdapat 90 kapal berbendera Filipina, 50 kapal Thailand, 41 kapal Malaysia, 26 kapal Indonesia, 2 kapal Papua Nugini, 1 kapal China, dan 1 kapal tanpa bendera.
Sedangkan kapal yang tengah dalam proses pengadilan adalah 5 kapal malaysia, 5 kapal Vietnam.
Sebanyak 112 kapal dalam proses inkracht, 11 dari KKP dan AL. Untuk Polair sendiri belum mendapat laporan.
“Untuk 2018 ada sekitar 732 kasus, 2019 sebanyak 23 kasus,” tuturnya.
Untuk mencegah hal sama terulang, pihaknya akan menggiatkan patroli di wilayah Natuna Utara. Apalagi, beberapa bulan ini, terutama November-Desember 2018, pencurian ikan meningkat karena sedang musim datangnya ikan.
“Lagi musim datangnya ikan, laut kita itu tenang, sehingga pencuri ikan masuk ke wilayah kita,” pungkasnya.
Ancam langsung tenggelamkan
Menteri Kelautan dan Perikan Susi Pudjiastuti geram saat menceritakan modus kapal pencuri ikan di perairan Indonesia.
Susi mengungkapkan, kapal asing yang mencuri ikan di Indonesia biasanya datang tak sendiri.
Mereka datang berkelompok, misalnya lima kapal.
Ketika ketahuan dan akan ditangkap, mereka kerap bermanuver dengan mengorbankan satu kapal. Jadi, ketika satu kapal ditangkap, yang lainnya kabur.
“Kalau perlu saya perintahkan saja tenggelamkan di tengah laut,” ucap Susi, dalam konferensi persnya di Bandung, Senin (25/2/2019).
Susi mengatakan, modus pencurian ikan oleh kapal asing sedikit berbeda dari dulu. Jika dulu, kapal-kapal tersebut masuk perairan tanpa pengawalan, kali ini ada pengawalan.
Itu terlihat dari kasus penangkapan 4 kapal Vietnam di perairan Natuna.
Saat kapal patroli TNI AL, KRI TOM-357 menggiring 4 kapal ikan berbendera Vietnam yang diduga mencuri ikan, kapal Vietnam Fisheries Resources Surveillance (VFRS) Kiem Ngu 2142124 dan 214263 menghalangi laju KRI TOM-357.
Bahkan, dari data yang diterimanya, selain Vietnam, kapal China terdeteksi memasuki perairan Natuna, Februari ini.
Susi melanjutkan, kapal yang menangkap ikan secara ilegal tak hanya berasal dari luar negeri saja.
“Sekarang banyak kapal (Indonesia) punya dokumen palsu juga ada,” ujar Susi.
Salah satu modus mafia kapal illegal fishing biasanya memiliki satu izin untuk 10 kapal atau lebih. Itu artinya hanya satu kapal yang bayar pajak.
“Mafia kelakuannya sama. Tidak bayar pajak, pokoknya semaunya dia saja. Bukan izin yang susah, tapi dia enggak mau bikin izin,” ucap Susi.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tiga Kapal Ikan Vietnam Ditenggelamkan di Laut Terdepan Indonesia"