Kisah Pilu Gadis 13 Tahun yang Baru Kehilangan Ayahnya Kini Jadi Yatim Piatu Setelah Ibunya Meninggal Karena Kelelahan Jadi Petugas KPPS Madiun

Senin, 29 April 2019 | 13:21
kolase Surya.co.id / Tribun Jatim

Kisah Pilu Gadis 13 Tahun yang Baru Kehilangan Ayahnya Kini Jadi Yatim Piatu Setelah Ibunya Meninggal Karena Kelelahan Jadi Petugas KPPS Madiun

Suar.ID -Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 menyisakan banyak kisah.

Bukan hanya kisah seputar politik tanah air, tapi juga mengenai cerita sosial, terutama pihak yang bersentuhan langsung dengan Pemilu 2019.

Pemilu 2019 dapat berjalan baik karena sejumlah orang yang bertugas, bahkan diantaranya kehilangan nyawa untuk menyukseskan pesta demokrasi kali ini.

Sebuah kisah pilu datang dari seorang anak yang menjadi yatim piatu setelah ibunya meninggal usai menjalankan tugas sebagai petugas KPPS di Kabupaten Madiun.

Baca Juga : Tega Banget, Lion Air Minta Bocah Umur 3,5 Tahun Ini Membawa Barang Bawaannya Seberat 7 Kg Sendiri

Alvi Nurrahma (13) anak semata wayang mendiang Supin Indarwati (37), seorang pelajar SMPN 7 Kota Madiun kelas VII tak menyangka ibu kandungnya meninggal secepat itu.

Apalagi, sekitar 40 hari yang lalu ayah kandungnya juga meninggal.

"Ya kaget, tidak menyangka," kata remaja yang genap berusia 13 tahun pada 2 Maret 2019 lalu.

Anak tunggal ini menuturkan, setelah ayahnya meninggal, ia hanya tinggal berdua dengan ibunya. Setiap hari, ia tidur seranjang dengan ibunya di rumahnya.

Baca Juga : Nasib Miliarder Sial Ini Bikin Elus Dada, Porsche Emasnya Dicorat-coret dan Lamborghini Terbakar Satu Jam Setelah Diservis

Kini, ia kehilangan dua sosok yang dicintainya. Setelah kedua orangtuanya tidak ada, ia mengatakan akan tinggal bersama neneknya.

"Nanti sama nenek di (kecamatan) Geger," katanya.

Ia menceritakan, mungkin ibunya sakit karena kelelahan saat bekerja menjadi anggotaKPPSdi TPS 06 Desa Pilangrejo. Namun, selain itu ibunya juga memiliki riwayat diabetes.

Surya.co.id
Surya.co.id

Alvi Nurrahma

"Dulu juga pernah seminggu sakit perut, tetapi cuma dirawat di rumah," katanya.

Baca Juga : Bakal Dapat Jatah Libur 10 Hari, Penduduk Jepang Justru Bingung dan Tak Bahagia

Alvi menuturkan, pada saat pencoblosan Pemilu 2019, Rabu (17/4/2019), ibunya berangkat pukul 06.00 WIB, dan pulang Kamis (18/4/2019) pukul sekitar 02.30 dini hari.

Pagi, sehari setelah pencoblosan, ibunya sempat mengajaknya pergi mencari sarapan.

"Pagi setelah pencoblosan itu masih sehat, ngajak makan di luar beli bakso," katanya.

Setelah sarapan, ibunya kemudian mengajaknya ke TPS. Di sana, ibunya bersih-bersih TPS hingga pukul 13.00 WIB, kemudian pulang ke rumah untuk beristirahat.

Jumat (19/4/2019) siang, ibunya mengeluh sakit perut dan muntah-muntah. Begitu juga pada Sabtu (20/4/2019), ibunya masih muntah-muntah.

Baca Juga : Polisi Tangkap Warga Garut Terkait Video Hoaks 'Emak-emak Geruduk Gudang KPU'

Setelah dua hari tak kunjung sembuh, Minggu (21/4/2019) ibunya dibawa ke Rumah Sakit Griya Husada, dan diberi obat oleh dokter.

Senin (22/5/2019) keesokan harinya ibunya dibawa ke rumah sakit Griya Husada, namun karena kamar rawat inap penuh, akhirnya ibunya dibawa ke RSUD dr. Soedono.

Sempat dirawat di RSUD dr. Soedono, kondisi ibunya tidak kunjung membaik. Rabu (24/4/2019) dini hari, ibunya dipanggil Sang Khalik.

"Pas ibu meninggal saya sedang tidur di luar ruangan, pakai tikar. Jadi nggak tahu," katanya.

Dia menceritakan, sebelum meninggal, ibunya bersikap tidak sewajarnya. Ibunya malah menjadi seorang pemarah.

Baca Juga : Video Detik-detik Kapal Pemerintah Vietnam Provokasi dan Tabrak Kapal TNI AL di Laut Natuna

Baca Juga : Ini Kronologi Kapal Pemerintah Vietnam Tabrak Kapal TNI AL di Laut Natuna

"Kalau saya ajak ngobrol malah marah," katanya.

Yang membuatnya, semakin sedih adalah, ruang dan kasur pasien yang digunakan ibunya di RSUD dr. Soedono, adalah ruang dan kasur yang sama digunakan oleh almarhum ayahnya.

"Ruang High Care Unit, Irna Wijaya Kusuma tempat tidur nomor empat. Itu tempat ayah saya dirawat. Jadi masuk ruangan itu, saya langsung nangis langsung kaget," kata gadis yang bercita-cita ingin menjadi dokter.

Istri Kades Pilangrejo, Purwati (45) mengatakan, Supin adalah sosok perempuan yang aktif di berbagai kegiatan di desa.

"Rajin orangnya, dia aktif ikut kegiatan PKK, organisasi muslimat, yasinan sore. Pokoknya, dia memiliki jiwa sosial tinggi, jadi kader Posyandu juga. Orangnya baik, semua kegiatan di desa diikuti, organisasi keagamaan juga. Kalau orang Jawa bilang grapyak," katanya.

Diberitakan sebelumnya, seorang anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Kabupaten Madiun meninggal dunia, Rabu (24/4/2019) dini hari.

Anggota KPPS bernama Supin Indarwati (37) ini diduga meninggal akibat kelelahan bertugas di TPS 06, Desa Pilangrejo, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun. Meninggalnya Supin menambah daftar panjang panitia Pemilu yang meninggal dunia saat bertugas.(Rahadian Bagus)

Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judulKisah Sedih Anak Anggota KPPS yang Jadi Yatim Piatu Setelah Pemilu 2019

Editor : Nieko Octavi Septiana

Baca Lainnya