5 Fakta Kisah Slamet Pria yang Dilarang Tinggal di Desa di Bantul Karena Beda Agama, Ini Asal Mula Larangan Dibuat

Rabu, 03 April 2019 | 08:58
(KOMPAS.com/MARKUS YUWONO)

Slamet Jumiarto (42), ditemui di rumah Kontrakan di Dusun Karet, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul Selasa (2/4/2019)

Suar.ID – Slamet, warga pindahan dari Desa Mancasan, Pendowoharjo, Bantul, ini sempat mendapat penolakan ketika ingin pindah ke Pedukuhan Karet, Desa Pleret, Bantul.

Slamet ditolak warga di Dukuh Karet lantaran beragama non-muslim yakni Katolik.

Curahan hati Slamet yang tak bisa meninggali rumah yang telah dikontraknya di Dukuh Karet itu pun beredar di masyarakat hingga ke Sekretaris Sultan dan menjadi viral.

Sampai akhirnya, Slamet dapat tinggal di Dukuh Karet setelah melalui perjalanan panjang.

Baca Juga : Viral, Seorang Ibu di Demak Tidur di Samping Makam Anaknya yang Jadi Korban Tabrak Lari

Baca Juga : Ramalan Zodiak Hari Ini: Rabu 3 April 2019, Ini Kata Zodiakmu Soal Hubungan Percintaanmu!

Seperti apa kisahnya? Berikut Suar.ID rangkumkan 5 fakta tentang diskriminasi agama yang sempat dialami Slamet, bersumber dari Kompas.com:

1. Awal mula Slamet ditolak tinggal di Dukuh Karet

Slamet telah mengontrak sebuah rumah di Dukuh Karet dan telah mengeluarkan sejumlah uang sewa sebeasr Rp4 juta untuk satu tahun, serta Rp 800.000 untuk renovasi rumah, plus Rp 400.000 untuk transpor renovasi.

Slamet diterima baik oleh pemilik rumah yang sama sekali tidak mempermasalahkan agama yang dianutnya.

Pada Minggu (31/3/2019), sebagai warga baru pria yang berprofesi sebagai pelukis ini pun berinisiatif melapor ke ketua RT.

Di sanalah, saat diperiksa fotokopi KTP, KK, hingga surat nikahnya, ketua RT mengetahui Slamet beragama katolik dan ditolak untuk tinggal.

Pun saat dirinya melapor ke kepala kampung. Slamet juga ditolak lantaran ada peraturan dusun setempat yakni peraturan bernomor 03/Pokgiat/Krt/Plt/X/2015 yang menyebut pendatang non muslim tidak diizinkan tinggal di sana.

2. Slamet mengadu hingga sampai Sekretaris Sultan

Slamet tidak diam saja ketika mendapat diskriminasi karena agama yang dianutnya. Ia kemudian mengadu dengan cara merekam curahan hatinya dalam sebuah pesan singkat.

Pesan berdurasi 4 menit tersebut ia kirimkan ke beberapa pihak hingga akhirnya sampai ke Sekretaris Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dan diteruskan ke Sekda Bantul.

Slamet kemudian dipanggil oleh Pembkab Bantul pada Senin (1/4/2019) untuk melakukan mediasi.

Hadir pula pada mediasi tersebut kepala dukuh, lurah dan RT setempat.

3. Slamet berharap tak ada lagi peraturan diskriminatif di DIY

(KOMPAS.com/MARKUS YUWONO)

Kepala Dukuh Karet, Iswanto (Kaos Kuning), Slamet Jumiarto (Tengah), Dan Kapolres Bantul AKBP Sahat M Hasibuan (sragam Polisi) Setelah Mendengar Pencabutan Peraturan Dusun Yang Diskriminatif di Dusun Karet, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Bantul, Selasa (2/4/2019) siang

Awalnya, ketua RT 008 tempat kontrakan Slamet mengusulkan untuk Slamet diperbolehkan tinggal hanya selama 6 bulan saja. Namun usulan itu ditolak oleh Slamet.

Menurut Slamet hal itu sama saja sebuah penolakan halus kepada dirinya.

"Kalau hanya 6 bulan kan buat apa. Sama saja penolakan secara halus kepada saya. Kalau memang boleh ya boleh, kalau enggak ya enggak, gitu saja," ucap Slamet.

Setelah berdiskusi, Slamet pun bersedia untuk pindah dari Dukuh Karet dengan catatan biaya yang telah dikeluarkannya dikembalikan dan peraturan pelarangan non-Muslim tinggal di wilayah Pleret harus dibatalkan alias dicabut.

Usai mencapai kesepakatan tersebut, Slamet berharap tak ada lagi korban seperti dirinya. Dirinya pun berharap Yogyakarta tetap menjadi kota yang memiliki toleransi.

Sementara Slamet mengaku kini masih akan berpikir apakah tetap tinggal ataupun pindah ke lokasi lainnya.

Setelah kasusnya mencuat, banyak koleganya yang menawarkan rumah padanya untuk tinggal.

Menurut Slamet, tetangga sekitar rumah kontrakannya di Dukuh Karet pun baik tak ada yang mendsikriminasi dirinya.

"Tetangga di sini baik semua, bahkan yang tidak kenal, setelah peristiwa ini ramai dibicarakan, menyapa dan jadi mengenal saya," ucap dia.

Baca Juga : Makeup Pernikahannya Amburadul, Pengantin ini Dirias Ulang oleh Seorang Fotografer dan Hasilnya 'Pecah'!

Baca Juga : Dilarang Main Game Online oleh Ayahnya, Anak Ini Nekat Melakukan Bunuh Diri dan Tinggalkan Catatan untuk Sahabatnya

4. Awal mula peraturan warga non-muslim tidak diizinkan tinggal di Dukuh Karet

Kepala Dukuh Karet Iswanto menjelaskan kepada Kompas.com, peraturan tersebut disahkan dirinya bersama sekitar 30-an tokoh masyarakat dan agama pada tahun 2015 lalu.

Peraturan tersebut lantaran untuk mengantisipasi adanya campur makam antara Muslim dan agama lain.

Setelah dibahas, disepakati aturan pelarangan adanya pembelian tanah dan bertempat tinggalnya warga non-Muslim di Dusun Karet.

Beruntung, usai kasus Slamet mencuat dan telah dicapainya kesepakatan, larangan tersebut telah dicabut.

"Mulai hari ini sudah dicabut. Karena melanggar peraturan dan perundangan. Kami sepakat aturan tersebut kami dicabut, dan permasalahan dengan Pak Slamet tidak ada permasalahan lagi," kata dia.

Ke depan, warga tidak akan lagi mempermasalahkan latar belakang agama maupun suku. Pihaknya ingin semuanya hidup rukun.

Dia mengungkapkan, dari sekitar 540 KK, ada 1 KK yang non-Muslim tinggal sejak lama, dan selama ini tidak ada permasalahan. "Nantinya kami mengikuti aturan yang ada di pemerintahan saja," ucap dia.

AIswanto mengaku, tidak mempermasalahkan jika keluarga Slamet akan tinggal di dusunnya. Namun, pihaknya menyerahkan kepada keluarga tersebut.

5. Bupati Bantul berkomitmen tak ada diskriminasi di wilayahnya

Bupati Bantul, Suharsono mengatakan, komitmennya untuk tidak ada diskriminasi di wilayahnya.

Dirinya pun sudah bertemu dengan perangkat Desa Pleret. Menurut dia, perangkat desa pembuat aturan penolakan warga non-Muslim sudah minta maaf.

"Enggak boleh ada larangan," ujar dia.

Peraturan yang diberlakukan Dukuh Karet sejak tahun 2015 itu dinilai telah mencederai NKRI, yang mengedepankan ke-Bhinekaan.

Tidak boleh ada diskriminasi SARA. Ia memastikan, warga non-Muslim boleh tinggal di Dusun Karet, Desa Pleret, dan Bantul pada umumnya.

Suharsono pun meminta masyarakat Bantul untuk saling menghormati sesama bangsa Indonesia meski berbeda suku dan agama.

Bagi dusun atau desa yang hendak membuat aturan, lebih baik berkonsultasi dengan bagian hukum Pemkab Bantul.

Baca Juga : Disebut Mengandung Ajaran SIhir, Sekelompok Penginjil Bakar Novel Harry Potter

Baca Juga : Ramalan Zodiak Hari Ini: Rabu 3 April 2019, Ini Kata Zodiakmu Soal Hubungan Percintaanmu!

Editor : Masrurroh Ummu Kulsum

Baca Lainnya