Ketika Kapal Selam Indonesia Melakukan Operasi Senyap untuk Merebut Papua, Berhasil Lolos Setelah Dijuhani Bom oleh Belanda

Sabtu, 09 Maret 2019 | 15:14
IST

Kapal selam milik Indonesia yang pernah digunakan dalam Operasi Cakra untuk merebut Papua.

Suar.ID -Selain melalui jalur diplomasi, Indonesia juga menggelar operasi militer besar-besaran untuk merebut Irian Barat (Papua) dari tangan Belanda.

Operasi itu bersandi Operasi Jayawijaya.

Ketika Operasi Jayawijaya dicanangkan sebagai cara paling cepat untuk merebut Irian Barat melalui operasi militer dalam praktiknya sebenarnya tidak mudah.

Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh militer Indonesia adalah keunggulan kekuatan tempur di lautan.

Bagi TNI AL yang saat itu memiliki berbagai jenis kapal perang, khususnya kapal selam sebanyak 12 unit mencapai keunggulan kekuatan tempur di lautan sebenarnya tidak sulit.

Apalagi kekuatan kapal-kapal perang TNI AL pada tahun itu (1960-1963) merupakan yang terbesar di seluruh Asia Tenggara.

Operasi untuk memperoleh keunggulan di laut dalam rangka Operasi Jayawijaya yang kemudian digelar oleh TNI AL tanggal 20-29 Juli 1962 itu bersandi Operasi Cakra.

Sejumlah kapal selam dikerahkan dalam Operasi Cakra.

Tugasnya untuk melancarkan misi pengintaian (recon) di kota-kota pelabuhan Irian Barat.

Kapal selam itu antara lain, RI Nagabanda (503) dikomandani oleh Mayor Pelaut Wignyo Prayitno bertugas memantau kawasan antara Kotabaru-Biak.

RI Trisula (504) dikomandani Mayor Pelaut Teddy Asikin Nataatmaja bertugas memantau kawasan Biak-Yapen.

Kapal selam RI Candrasa dikomandani Mayor Pelaut Agus Subroto bertugas memantau kawasan Sorong dan sekitarnya.

Karena kapal- kapal selam itu bertugas mengintai posisi musuh secara rahasia misinya beresiko tinggi.

Sebab kemungkinan untuk bertemu atau ditemukan oleh kapal-kapal perang atau patroli pesawat tempur Belanda cukup besar.

Dalam kondisi seperti itu, pertempuran laut yang diakibatkan oleh bertemunya dua kekuatan juga bisa terjadi.

Namun karena misi utama kapal-kapal selam RI adalah memperoleh data sebanyak mungkin tentang kondisi dan kekuatan kapal perang Belanda di masing-masing pelabuhan dan bukan misi tempur, konflik senjata harus dihindari.

Data kondisi pertahanan di pantai bisa menjadi masukan berharga bagi pasukan yang akan didaratkan melalui operasi amfibi.

Misi pengintaian umumnya berjalan lancar tapi upaya AL Belanda untuk menyergap kapal-kapal selam tetap saja terjadi.

Khususnya ketika kapal-kapal selam RI sedang mengisi baterai dan berlayar di permukaan laut pada dini hari.

Pada saat berada di permukaan laut kapal selam rawan kepergok pesawat Neptune Belanda yang dipersenjatai roket FFAR 70 mm antikapal perang, bom seberat 3.629 kg, bom laut dalam, dan kadang membawa torpedo.

Pada PD II kapal-kapal selam U-Boat Nazi Jerman yang sedang mengisi baterai di siang hari sering mengalami nasib nahas.

Pasalnya pesawat-pesawat tempur Sekutu yang sudah dilengkapi radar pencari sasaran berhasil menemukan U-Boat tiba-tiba datang menyerang.

Dalam hitungan detik, kapal U-Boat yang belum sempat menyelam umumnya berhasil dihancurkan pesawat-pesawat tempur Sekutu.

Berbeda dibandingkan pesawat-pesawat tempur Sekutu pemburu kapal selam, ketika sedang berpatroli pesawat-pesawat itu berada pada posisi yang jauh dari kapal-kapal perang Sekutu.

Dengan dermikian pesawat-pesawat itu tidak bisa memberikan informasi secepatnya kepada kapal-kapal perang Sekutu untuk segera menghancurkan U-Boat.

Tapi sistem pertahanan laut Belanda di Irian Barat saat itu sudah maju dibandingkan sistem pertahanan laut Sekutu pada PD II.

Pertahanan laut Belanda sudah terjalin kerjasama yang rapi antara Neptune dan kapal-kapal perang pemburu kapal selam.

Pertahanan yang saling bersinergi itu pun telah disusun oleh AL Belanda di Irian Barat ketika kapal-kapal selam RI mulai melancarkan operasi penyusupan.

Dengan pola pertahanan yang siap menyergap kapal-kapal selam TNI AL itu maka pergerakkan kapal-kapal selam seperti sedang masuk ke perangkap Belanda.

Khususnya ketika kapal-kapal selam TNI AL sedang muncul ke permukaan untuk men gisi baterai.

Di atas permukaan laut kapal-kapal selam bergerak dengan daya mesin diesel sehingga baterai secara otomatis terisi.

Tenaga dari baterai itu kemudian digunakan oleh kapal selam ketika berada di kedalaman laut.

Salah satu kapal selam TNI AL yang kemudian berhasil dipergoki oleh patroli udara pesawat Neptune dan kapal-kapal perang Belanda adalah RI Nagabanda.

Kapal selam RI Nagabanda yang kemudian dihujani bom-bom penghancur kapal selam oleh kapal-kapal perang Belanda harus berjuang keras selama 36 jam untuk meloloskan diri.

Tag

Editor : Moh. Habib Asyhad