5 Kesalahan Data Jokowi dalam Debat Capres 2019 Kedua, di Antaranya Kebakaran Hutan dan Sengketa Lahan

Senin, 18 Februari 2019 | 11:12
KOMPAS.com

Calon Presiden Nomor Urut 1, Joko Widodo menyampaikan gagasannya saat Debat Kedua Calon Presiden, Pemilihan Umum 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2/2019).

Suar.ID -Setidaknya ada beberapa data yang kurang valid yang disampaikan calon petahana Joko Widodo dalam debat capres 2019 tahap kedua, Minggu (17/2) malam.

Kita tahu, debat capres tersebut diselenggarakan di Hotel Sultan.

Tema debat capres tersebut terkait masalah energi, pangan, infrastruktur, lingkungan, dan sumber daya alam.

Ini lima kesalahan data Jokowi yang kami catat:

Baca Juga : Raffi Ahmad Dimanja Mertua: Ulang Tahun Banjir Kado dari Ibunda Nagita Slavina, Harganya Belasan Juta!

1. Pembebasan Lahan

Jokowi mengatakan dalam 4,5 tahun hampir tak ada konflik pembebasan lahan.

Tapi benarkah?

Greenpeace mencatat, pada 2015 terjadi konflik di masyarakat Batang yang terdampak pembangunan PLTU.

Sedangkan Direktur Pusat Penelitian Energi Asia, Adhityani Putri menyebut, konflik ini masih berlangsung hingga hari ini dan berujung pada gugatan bahkan pemindahpaksaan permukiman warga.

"Pembebasan lahan untuk pembangunan infrstruktur energi khususnya PLTU batubara menimbulkan konflik hebat di masyarakat. Contoh adalah kasus pembangunan PLTU Batang di Jawa Tengah yang berujung pada gugatan masyarakat," kata Dhitri.

"Sampai hari ini PLTU Batang masih menyisakan konflik pembebasan lahan. Hingga 2016, 71 orang masih menolak pindah, berakhir ‘dipindahpaksakan’," ujar dia.

Konflik lain terjadi pada proses pembangunan bandara baru Yogyakarta (New Yogyakarta Airport) di Kulon Progo.

Dalam pemberitaan Kompas.com Juli 2018, tercatat adanya warga yang tidak mengambil uang ganti rugi yang disiapkan pemerintah atas tanah mereka yang akan dibangun sebagai lahan bandara. mereka menolak penggusuran yang dilakukan.

Sementara menurut catatan peneliti lembaga pemerhati lingkungan Auriga, Iqbal Damanik, masih banyak konflika yang terjadi.

Baca Juga : Pakar Ungkap Bahasa Tubuh Jokowi dan Prabowo, Jokowi Terlihat Puas, Prabowo Gerah dan Tidak Sabar Ingin Memimpin

"Sebanyak 208 konflik agraria telah terjadi di sektor ini sepanjang tahun 2017, atau 32 persen dari seluruh jumlah kejadian konflik," kata Iqbal.

Adapun, sekktor properti menempati posisi kedua dengan 199 konflik atau 30 persen. Posisi ketiga ditempati sektor infrastruktur dengan 94 konflik atau14 persen, disusul sektor pertanian dengan 78 konflik atau 12 persen.

"Dengan begitu, selama tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK (2015-2017), telah terjadi sebanyak 1.361 letusan konflik agraria. Sementara tahun 2018 konflik lahan terkait infrastrukut dicatat sejumlah 16 kasus," kata Iqbal Damanik.

2. Kebakaran Hutan

Jokowi juga menyebutkan, satu di antara keberhasilannya dalam memimpin Indonesia selama 4 tahun terakhir adalah menekan kebakaran hutan dan lahan.

Capres nomor urut 01 ini mengatakan, selama tiga tahun terakhir pemerintahannya, kebakaran hutan sudah bisa diatasi.

"Kita ingin kebakaran hutan, kebakaran lahan gambut tak terjadi lagi, dan ini sudah kita atasi," kata Jokowi dalam segmen pertama.

"Dalam tiga tahun ini, tidak terjadi kebakaran hutan dan lahan gambut," lanjut Jokowi.

Namun, Greenpeace Indonesia memberikan bantahan atas pernyataan Jokowi itu melalui Twitter miliknya, @GreenpeaceID, Minggu (17/2/2019).

Greenpeace mengungkapkan bahwa faktanya kebaran hutan besar terjadi pada 2015 dan masih terus terjadi hingga saat ini.

"Pak @jokowi tadi mengeluarkan statement bahwa tidak terjadi kebakaran hutan selama 3 tahun terkahir. Faktanya? Sejak tragedi kebakaran hutan terbesar 2015, kebakaran hutan dan lahan terus terjadi setiap tahun hingga sekarang. #DebatCapres," tulis Greenpeace Indonesia.

Baca Juga : Jadi Viral di Medsos, Bayi di Sragen Ini Diberi Nama Joko Widodo Ma’ruf

3. Impor Beras

Jokowi mengatakan sejak 2014 hingga 2019 ini, Indonesia telah menurunkan impor beras.

Pernyataan presiden petahana itu juga dilengkapi dengan pernyataan stok suplus sebanyak hampir 3 juta ton.

"Bahwa sejak 2014 sampai sekarang impor kita untuk beras ini turun, dan produksi beras kita supaya kita tahu semuanya sembilan belas delapan empat kita memang swasembada," ujar Jokowi.

"Dan saat itu produksi beras kita dua puluh satu juta ton per tahun. 2018 kemarin produksi beras kita 33 juta ton beras."

"Konsumsi kita, konsumsi kita dua puluh sembilan koma. Artinya apa? Ada stok ada surplus sebanyak hampir 3 juta ton. 2,8 juta ton. Apa artinya? Kita ini sebetulnya sudah surplus."

Namun dilansir dari Twitter Kompas TV berdasarkan data Kementrian Pertanian, produksi beras tahun 2018 adalah 48,5 juta ton.

Sementara total konsumsi beras nasional benar yakni sebanyak 33,47 juta ton.

Surplus data yang diberikan Jokowi melenceng jauh yakni saat ini sebesar 13,03 juta ton.

Baca Juga : Jokowi Sebut 3 Tahun Terakhir Tak Terjadi Kebakaran Lahan dan Hutan, Ini Fakta Sebenarnya

4. Sistem 4G

Presiden petahana, mengatakan di Indonesia Bagian Timur hampir 100 persen dibangun sistem 4G.

Ia menambahkan saat ini juga tengah dibangun hampir 74 persen di kabupaten dan kota.

"Indonesia bagian Barat bagian Timur bagian tengah semuanya hampir sudah 100%," ujar Jokowi.

"Juga sistem 4G, yang sekarang ini telah kita bangun hampir 74 persen di kabupaten kota yang kita miliki telah kita selesaikan."

Faktanya berdasarkan Kementrian Komunikasi dan Informatika, saat ini jumlah kabupaten atau kota yang terlayani broadband 4G di tahun 2017 adalah 64, 4 persen.

Atau sekitar 331 dari 514 kabupaten dan kota.

5. Produksi Kelapa Sawit

Jokowi dalam tema Sumber Daya Alam mengatakan saat ini produksi kelapa sawi di Indonesia sudah 46 juta ton per tahun.

"Supaya masyarakat tahu bahwa sekarang produksi sawit Indonesia itu sudah 46 ton per tahun, dan melibatkan petani kurang lebih 16 juta petani," ujarnya.

Sementara sumber dari data BPS mencatatkan, produksi kelapa sawit dalam satu tahun tidak mencapai 46 juta ton.

Rata-rata masih di angka 30 juta ton tiap tahun.

Seperti di tahun 2015 yakni sebesar 26,5 juta ton, lalu yahun 2016 sebesar 31,4 juta ton, dan tahun 2017 sebesar 34,4 juta ton.

Baca Juga : Ini Alasan Unicorn di Indonesia Lebih Banyak Dibanding Negara Asia Tenggara Lainnya

Editor : Moh. Habib Asyhad

Sumber : Kompas.com, Tribun Wow

Baca Lainnya