Begini Gaya Sandiaga Uno Muda ketika Jadi Cover Boy Sampul Majalah HAI Edisi Januari 1989

Minggu, 17 Februari 2019 | 15:51
Dok. Majalah HAI

Sandiaga Uno muda ketika jadi model sampul Majalah HAI.

Suar.ID -Mungkin tak banyak yang tahu jika Sandiaga Salahuddin Uno alias Sandiaga Uno pernah menjadi model sampul majalah.

Tapi berbeda halnya jika Anda adalah seorang pembaca atawa kolektor Majalah HAI yang militan.

Benar, Sandiaga Uno muda pernah menjadi model sampul Majalah HAI edisi Januari 1989.

Persisnya edisi 17 – 23 Januari 1989.

Dalam gambar sampul itu, Sandi tampak masih sangat muda.

Baca Juga : Agus Harimurti Ungkap Kondisi Terkini Ani Yudhoyono, Dipindah ke Ruang Steril dan Tak Boleh Dijenguk

Rambutnya tidak terlalu panjang, juga tidak terlalu pendek. Tatapan matanya tajam. Tubuhnya berisi.

Dalam foto itu juga Sandi tampak hanya mengenakan rompi biru.

Itu pun tidak dipakai sepenuhnya, alias satu sisi saja.

Sayangnya, tidak ada keterangan lebih lanjut di mana lokasi pengambilan gambar itu.

Dari foto itu juga kita bisa mengambil kesimpulan bahwa Sandiaga Uno memang sudah tampan sejak masih sangat muda.

Kita tahu, Sandiaga Uno saat ini adalah calon wakil presiden RI mendampingi Prabowo Subianto.

Sebelum dipilih jadi cawepres, Sandiaga Uno merupakan Wakil Gubernur DKI Jakarta mendampingi Anies Baswedan.

Dok. Majalah HAI
Dok. Majalah HAI

Sandiaga Uno muda.

Sandiaga Uno tentang ibunya

Pernikahan ayahku, Razif Halik Uno, dengan ibuku, Rachmini Rachman, dikaruniai dua orang putra.

Yakni, Indra Cahya Uno dan aku, Sandiaga Salahuddin Uno (lahir di Rumbai, Pekanbaru, 28 Juni 1969).

Pada masa itu ayahku bekerja di perusahaan minyak PT. Caltex. Kami sekeluarga bermukim di satu "kampung besar" yang berfasilitas perkotaan.

Kompleks ini ditata dan diatur sedemikian rupa sehingga tak terasa adanya polusi, serta suasana kehidupan yang nyaman.

Baca Juga : Santer Isu Ma'ruf Amin Akan Digantikan Ahok, Ma'ruf: 'Yang Menulis Berita Itu Sambil Melamun'

Ibuku yang lahir di Indramayu, sempat tinggal di Malang dan menikmati masa remaja dan mahasiswi di Bogor dan Bandung.

Ketujuh saudara kandungnya, sejak kecil sudah mendapat didikan yang keras dan penuh disiplin dari kakek dan nenekku yang sama-sama berprofesi sebagai guru.

Jadi pola pendidikan tersebut telah mendarah daging sepanjang kehidupannya.

Sepanjang aku mulai bisa mengingat, Ibu memang menerapkan tata tertib yang ditanamkan oleh orangtuanya tersebut.

Tambah lagi, ia sebagai pendidik (kuliah di IKIP Bandung), lengkaplah perilakunya sebagai seorang ibu yang dibekali ilmu pendidikan anak.

Ibu mengajar kami berdua untuk sesungguh hati menghayati arti disiplin dalam perilaku kehidupan.

Setelah dewasa, aku kian menyadari bahwa sikap keras, tegas (sering tanpa kompromi) yang ditunjukkannya pada kedua putranya, semata-mata demi kebaikan dan menanamkan nilai-nilai luhur dalam karakter kami.

Sementara Ayah lebih banyak membekali kami dengan pengetahuan umum dan makna hidup.

Secara teori ilmu pendidikan, sikap ibuku yang keras ini merupakan periode pemutusan hubungan kasih sayang.

Pengalaman yang sama sekali tak menyenangkan ini, tak lama berlangsung.

Baca Juga : Ramai Isu Ahok Gantikan Ma'ruf Amin Jadi Cawapres: Ahok Tak Mungkin Bisa Jadi Cawapres

Sekitar enam jam, ibuku menjelaskan apa kesalahan kami yang membuatnya sangat marah. Setelah periode tersebut, tanpa kehilangan wibawanya Ibu kembali menjadi ibu yang penuh perhatian dan kasih sayang.

Karena itu, aku mempunyai kedekatan khusus dengannya yang luar biasa enerjik dan super disiplin.

Dalam usianya yang tak terbilang muda, ia masih aktif berkiprah di bidang yang ia sukai. Kegiatan mana yang sudah dimulainya sejak masa mudanya dulu.

Disiplin, tepat waktu, penuh tanggung jawab itu berjalan dengan napas hidupnya. Wajarlah bila karena sikapnya itu, aku sering mengalami "benturan- benturan" pada masa remaja.

Ia kesal dan marah besar bila aku pulang ke rumah, terlambat. Kegiatan anak remaja yang beragam (aku menyukai basket) acapkali membuatku melanggar ketentuan waktu yang telah ditetapkannya.

Namun demikian, ia selalu memberiku ruang untuk mengekspresikan diri. Bila aku dimarahi, aku yang punya "hak dan kewajiban" sebagai anak diberi kesempatan untuk menjelaskan alasan yang kuat dan logis dalam menghadapi sikapnya.

Tetapi bagaimanapun, aku mengenalnya sebagai Ibu yang penuh perhatian dan kasih sayang.

Aku tak pernah merasa "kehilangan" dirinya, meski ia sibuknya luar biasa. Aku menyadari betapa ia telah mengembangkan kepribadiannya menjadi wanita matang yang hadir dalam lingkup pergaulan yang luas.

Namun, ia selalu punya waktu khusus untuk berdialog denganku.

Semasa aku bersekolah di Amerika, kedekatan kami tetap terpelihara.

Baca Juga : Ifan Seventeen Unggah Foto Anak Kandungnya dengan Istri Pertama, Sebut 'Anak Sholehah, Anak Kesayangan'

Hubungan telepon, surat-menyurat, dan kunjungan semasa aku ada di perantauan tak pernah putus. Bagiku banyak kenangan manis bersamanya yang tak bisa kuceritakan satu persatu.

Yang paling membekas di hatiku, adalah perannya sebagai seorang ibu yang semakin kuat waktu aku mengalami keterpurukan pada awal tahun 1998.

Aku di- PHK dan mempunyai seorang istri dan anak yang baru berusia sekitar satu tahun. Ia meyarankan aku pulang bersama keluarga kecilku dan tinggal bersamanya.

Ia kenal betul watakku yang enggan dibantu. Oleh karena itu, pada masa aku belum punya penghasilan, ia sering kali meletakkan "amplop" di dalam bukuku.

Ia ingin dompetku tidak sama sekali kosong. Aku rasa, tanpa dukungannya, tanpa semua ajaran keras dan tegas yang diterapkan padaku dahulu, aku tak mungkin duduk di kantor ini.

Mustahil aku menempuh perjalanan karier yang panjang dan penuh tantangan.

Sampai hari ini, aku mengagumi gaya hidupnya yang serba teratur, dan sekali lagi disiplin! Ia tak pernah berhenti mengembangkan diri.

“She's always improving herself.”

Misalnya, ia masih menyempatkan diri berlatih di depan kaca dan mempersiapkan bahan yang diperlukan, sehari sebelum harus tampil.

Aku mengagumi sikap disiplinnya yang absolut. Katakan saja, semisal aku akan menemuinya pada waktu yang telah ditentukan.

Bila aku meleset semenit, ia akan pergi untuk kepentingan yang lain. Aku rasa dengan bertambahnya usia, aku "tertular" perilakunya.

Meski aku tak bisa sekeras dirinya dalam menghadapi kedua putriku. Satu hal yang harus kuakui, "She is an adorable, loving mom for me."

Tag

Editor : Moh. Habib Asyhad