Suar.ID – Ramai isu di media sosial yang menyebut Ahok alias basuki Tjahaja Purnama (BTP) akan menggantikan posisi Ma'ruf Amin sebagai calon wakil presiden mendampingi Joko Widodo.
Isu itu kemudian diangkat oleh beberapa media mainstream salah satunya harian Indopos.
Calon Wakil Presiden nomor urut 01 Joko Widodo menyesalkan isu tersebut muncul dan mennganggapnya sebagai fitnah.
"Tidak mungkinlah (Ma'ruf digantikan Ahok). Kita ini baru menuju kepada yang namanya pileg dan pilpres," kata Jokowi kepada wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Sabtu (16/2/2019) dikutip dari Kompas.com.
"Jangan diganggu fitnah-fitnah seperti itu. Sangat tidak mendidik, sangat tidak mendidik," Jokowi melanjutkan.
Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf sebelumnya juga melaporkan harian Indopos yang membuat pemberitaan soal Ahok akan gantikan Ma'ruf Amin sebagai wakil presiden.
Media tersebut dilaporkan ke Dewan Pers, Jumat (15/2/2019).
Sementara Ahok sendiri, kemungkinan untuk menjadi cawapres sangatlah tidak mungkin.
Dikutip dari Kompas.com hal ini karena syarat-syarat untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Pada Pasal 227 huruf (k), salah satu syarat pendaftaran pasangan calon presiden dan wakil presiden adalah :
"Surat keterangan dari pengadilan negeri yang menyatakan bahwa setiap bakal calon tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih"
Atas pertimbangan tersebut, apakah Ahok akan bisa menjadi cawapres?
Irman Putra Sidin Agustus 2018 lalu kepada Kompas.com, mengatakan hal yang harus dilihat baik-baik adalah pasal dalam UU Pemilu.
"Dilihat dari ancamannya. Kalau dari UU itu ya ancamannya 5 tahun. Mau vonisnya 2 tahun atau 6 bulan, itu soal lain, bukan itu yang dimaksud," kata Irman saat dihubungi, Kamis (12/7/2018).
Baca Juga : Ifan Seventeen Unggah Foto Anak Kandungnya dengan Istri Pertama, Sebut 'Anak Sholehah, Anak Kesayangan'
Baca Juga : Prabowo - Sandiaga Gelar Simulasi Debat Kedua Pilpres 2019, Sandiaga Berperan jadi Jokowi
Jadi, meski vonis hanya 2 tahun, seseorang tetap tidak bisa menjadi capres atau cawapres selama pasal yang dikenakan memiliki ancaman 5 tahun penjara.
Dalam kasus Ahok, dia divonis 2 tahun dan dinyatakan melanggar Pasal 156 huruf a KUHP.
Pasal tersebut berbunyi :
"Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa".
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD pun sejalan dengan kemungkinan Ahok yang tidak akan bisa menjadi cawapres.
Dalam tayangan Kompas Petang yang tayang Sabtu (16/2/2019) seperti dikutip dari Tribunnews.com, Mahfud MD menjelaskan kalau Ahok tak mungkin bisa menggantikan Maruf Amin sebagai cawapres.
Hal ini lantaran catatan hukum Ahok yang pernah menjadi terpidana kasus penistaan agama.
"Jadi Maruf amin akan diganti, hanya untuk mendulang suara saat pilpres, lalu akan diganti Ahok sesuad dipilih. Nah dua-duanya itu tidak mungkin secara hukum. Jadi kalau ada media yang menyebarkan itu, berarti ikut permainan politik yang hoaks," kata Mahfud MD.
Lanjutnya, ada dua syarat untuk menggantikan wakil presiden menurut undang-undang.
Yang pertama, punya catatan kepolisian yang baik.
Kemudian, calon wakil presiden tidak pernah dihukum karena tidak melakukan tindak pidana yang diancam hukuman pidana 5 tahun penjara atau lebih.
"Di sini tidak mungkin Pak Ahok menggantikan. Yang kedua, ini pemilihan 59 hari lagi, di undang-undang seumpama cawapres berhalangan tetap itu tidak bisa lagi diganti. Jadi ada 18 pasal yang mengatur secara dominan larangan-larangan seperti itu. Jadi beritanya sangat hoaks kalau berpikir seperti itu," terang Mahfud MD.
Mahfud MD beranggapan isu tersebut dibuat untuk mengurangi kepercayaan kepada pasangan calon nomor urut 01, Jokowi-Maruf Amin.
Baca Juga : Pempek, Olahan Ikan Asal Palembang yang Awalnya Bernama Kelesan Karena Tahan Disimpan Lama