Suar.ID -Selain cerdas dan aktif, rasa kesetiakawanan adalah satu hal yang dikenang teman-teman Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di masa muda.
Meski dikenal tekun belajar, bukan berarti pemuda kurus, tinggi, dan berkulit kuning bersih itu cuma berurusan dengan persoalan seputar pelajaran.
Di luar rumah, Bambang aktif dalam kegiatan olahraga, terutama voli.
Bersama teman-teman gaulnya di Arjowinangun, Pacitan, Jawa Timur, ia tergabung dalam perkumpulan voli Klub Rajawali.
Karena postur tubuhnya yang cukup tinggi, Bambang dikenal sebagai pemain andal.
Smash-nya keras dan lurus sehingga jarang bisa ditangkis lawan.
Perkumpulan ini tak jarang bertanding ke kecamatan-kecamatan tetangga yang berjarak puluhan kilometer.
Semua itu ditempuh dengan berjalan kaki karena tidak ada angkutan umum.
Saat di SMP, Bambang juga sempat aktif di kegiatan kesenian seperti teater, menulis, melukis, dan musik.
Ia bergabung dengan sanggar seni Dahlia Pacitan dan sempat bermain di beberapa pentas di Balai Desa.
Soal melukis sempat pula ditekuninya selama beberapa waktu.
Dari beberapa kegiatan kesenian itu, kemampuan Bambang dalam menulis justru terlihat menonjol.
Sebuah bakat yang terus diasahnya sampai sekarang. Tulisan dalam bentuk puisi dan cerpennya pernah dimuat di Majalah Si Kuncung.
Ia juga memprakarsai berdirinya majalah dinding sekolah.
Bakat ini merupakan keturanan dari ayahnya yang sering menulis syair-syair bernapaskan spiritual.
Semasa di SMP pula Bambang sempat kumpul-kumpul dengan kelompok musik Gaya Teruna.
Sebuah band bocah yang mengisi beberapa acara di Pacitan.
Berawal dari sinilah, saat SMA ia lalu membentuk grup musik sendiri dan memainkan gitar bas sambil sesekali jadi vokalis.
Mendengar kegiatan Bambang, keluarganya sempat terheran-heran, darimana ia mempelajari semua itu?
Peralatan musik yang dipakai sangat sederhana dan pinjaman pula.
Bas yang dimainkan Bambang pada awalnya adalah bas betot untuk keroncong.
Untuk tata suara, Bambang dan temannya harus kreatif mengakali bermacam peralatan yang ada.
Spul yang dihubungkan ke gitar, misalnya, memakai mikrofon bekas telepon.
Kemudian pengeras suaranya menggunakan speaker dari radio transistor.
Rakitan serba darurat itu mereka istilahkan stil tempel Meski ala kadarnya, Bambang dan teman-temannya tetap pede membawakan lagu-lagu yang sedang top di radio saat itu.
Seperti Koes Bersaudara, Dedi Damhudi, The Beatles, atau Everly Brothers.
Mereka rajin menyimak saat lagu-lagu itu disiarkan RRI Jakarta, RRI Yogyakarta, atau RRI Solo.
Kalau ada lagu baru yang diputar, mereka sama-sama mencatat dan menghapalkan.
Bersama teman-teman bermusiknya inilah Bambang bersahabat kental, bahkan sampai sekarang.
Baca Juga : Ternyata Ini yang Membuat Ani Yudhoyono Mau Menikah dengan SBY 42 Tahun yang Lalu
Kesulitan hidup pada masa lalu telah mempererat ikatan pertemanan mereka.
Saat itu, selain memang zamannya rawan pangan, geng mereka sering tongpes, alias tidak punya duit.
Grup musik SMA itu kerap tampil menghibur di sebuah acara, hanya sekadar untuk mendapatkan
makanan sedikit enak. Kalau ada makanan lebih, mereka simpan untuk sarapan esoknya.
Pendeknya, hidup saat itu serba susah. Pada saat-saat seperti itu Bambang menunjukkan sikap kesetiakawanannya.
Meski hidupnya tidak sesulit teman-temannya, karena anak tunggal dari seorang pegawai negeri, ia tidak tega melihat kesulitan teman.
Suatu kali ia menjual berko (lampu) sepedanya hanya agar teman-temannya bisa makan saat berkumpul.
Di lain waktu, menyusul dinamonya yang dijual. Akhirnya, sepedanya pun sekalian dilego.
Jika akan naik pentas, Bambang juga sering membawa dua stel pakaian tambahan untuk dipinjamkan kepada teman-temannya yang tidak punya.
Agar teman-temannya tak kalah keren dengan dirinya.
"Jiwa sosialnya memang dikenal tinggi," kenang Suhardjito, salah seorang temannya, seperti ditulis Intisari.
Baca Juga : Ternyata Ini yang Membuat Ani Yudhoyono Mau Menikah dengan SBY 42 Tahun yang Lalu