Dianggap Terlalu Ahli Menangkap Koruptor, Kecerdasan Buatan di China pun Dimatikan

Jumat, 08 Februari 2019 | 18:15
Washington Post via Kompas.com

Sistem pengenalan wajah menggunakan kamera CCTV.

Suar.ID -Nasib kecerdasan buatan bernama Zero Trust berakhir tragis.

Lantaran dinggap terlalu mahir dalam menangkap koruptor, mesin yang sudah menggali big data sejak 2012 lalu itu pun dimatikan.

Siapa yang mematian? Yup, para pegawai negeri lokal di Negeri Tirai Bambu itu sendiri.

Menurut beberapa keterangan, sejak awal kemunculannya, Zero Trust telah menangkap sekitar 8.721 PNC China yang terlibat dalam penggelapan uang.

Baca Juga : Andika Kangen Band Ungkap Alasan Dirinya Banyak Digilai Wanita, Bukan Karena Julukan 'Babang Tamvan' Saja

Mereka yang terlibat dalam penyalahgunaan kekuasaan, penyalahgunaan uang rakyat, dan pelaku nepotisme juga menjadi sasaranya.

Ada beberapa PNS yang tertangkap akhirnya dipenjara, tapi ada juga yang tetap diperbolehkan bekerja setelah menerima peringatan atau hukuman ringan.

Bukannya diapresiasi, kerja Zero Trust ternyata dianggap mengganggu oleh beberapa daerah.

Di antaranya daerah Mayang, kota Huaihua, dan daerah Li di Hunan.

Daerah-daerah tersebut akhirnya memutuskan mematikan mesin tersebut.

Seorang peneliti yang enggan disebutkan namanya pun mengungkapkan alasan pematian itu.

“Sejumlah daerah merasa tidak nyaman dengan adanya teknologi baru itu,” ujarnya kepada SCMP.com.

Bagaimana Zero Trust bekerja?

Untuk diketahui, kecerdasan buatan ini dikembangkan dan dijalankan oleh Chinese Academy of Sciences dan institusi kontrol internal Partai Komunis China.

Sistem ini disebut sangat efektif dalam memonitor, mengevaluasi, dan melakukan campur tangan terhadap kehidupan kerja dan personal para pegawai negeri.

Baca Juga : Ibunda Marini Zumarnis Meninggal Dunia, Sebelumnya Sudah Sakit dan Alami Koma Hampir 7 Tahun Lamanya

Bagaimana tidak, sistem ini bisa mengakses lebih dari 150 basis data rahasia yang disimpan oleh pemerintah sentral dan lokal.

Termasuk, data-data bank, properti, dan konstruksi.

Yang sangat, Zero Trust juga bisa melihat data satelit untuk menginvestigasi apakah dana publik benar-benar digunakan untuk membangun jalan seperti klaim pemerintah lokal.

Dengan melakukan referensi silang terhadap berbagai data di atas, Zero Trust bisa menemukan tanda-tanda korupsi.

Kita ambil contoh. bila ada transfer uang yang mencurigakan atau mobil baru yang didaftarkan atas nama keluarga atau teman pegawai negeri.

Setelah mencurigai, Zero Trust kemudian akan mengalkulasikan kemungkinan tindakan tersebut adalah tindak korupsi.

Jika melewati batas tertentu, Zero Trust kemudian akan memperingatkan otoritas China yang akan melakukan verifikasi dan membuat keputusan akhir.

Walau terdengar sangat canggih, bukan berarti mesin ini bukan tanpa kekurangan.

Walau mampu menemukan koruptor dengan cepat, ia tidak dapat menjelaskan konklusi tersebut tercapai.

Hasilnya, keberadaan manusia masih diperlukan untuk membantunya.

Baca Juga : Hancurkan Motor untuk Hilangkan Barang Bukti, Adi Saputra Mendapatkannya dari Facebook Seharga 3 Juta

Zhang Yi dari Komisi Inspeksi Disiplin untuk Partai Komunis China yang bertugas di Ningxiang, Hunan, mengatakan, pihaknya hanya menggunakan hasil mesin sebagai referensi.

Ningxiang adalah salah satu dari segelintir daerah yang masih menggunakan Zero Trust

Dia juga masih perlu memeriksa dan menverifikasi kebenarannya.

“Mesin ini tidak bisa mengangkat telepon dan menghubungi orang yang dianggap bermasalah. Pada akhirnya, keputusan tetap dibuat oleh manusia,” katanya.

Saat pertama kali diluncurkan, Zero Trust hanya diuji coba pada 30 daerah dan kota, sekitar 1 persen dari total area administratif China.

30 daerah dan kota tersebut memang sengaja dipilih yang berlokasi di area-area terpencil dan miskin.

Namun, jumlah tersebut kini menurun drastis.

Daerah Xiushui, di mana Zero Trust masih bekerja, misalnya, mulai mempertanyakan akses mesin tersebut terhadap database-database yang dianggap sensitif.

Beberapa pegawai negeri di daerah tersebut secara khusus menyoroti tidak adanya payung hukum atau regulasi yang mengatur hal semacam ini.

Dengan tekanan yang sedemikian besarnya, para peneliti merasa pesimistis dapat mengaplikasikannya ke seluruh China. (Shierine Wangsa/Kompas.com)

Editor : Moh. Habib Asyhad

Baca Lainnya