Ini Sanksi jika Prabowo-Sandi Mundur dari Gelaran Pilpres 2019

Selasa, 15 Januari 2019 | 21:05
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Ini sanksi jika Prabowo-Sandi mundur dari gelaran Pilpres 2019.

Suar.ID -Djoko Santo, Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, mengatakan, pihaknya siap mundur dari ajang Pilpres 2019.

Itu terjadi jika potensi kecurangan tak bisa dihindari.

"Memang supaya tidak terkejut, barangkali, kalau tetap nanti disampaikan Prabowo Subianto, pernyataan terakhir Prabowo Subianto adalah kalau memang potensi kecurangan itu tidak bisa dihindarkan, Prabowo Subianto akan mengundurkan diri," papar Djoko Santoso saat bertemu Gerakan Milenial Indonesia, Minggu (13/1).

Baca Juga : Tragis, Pemuda di Pekalongan Ini Rekam Detik-detik Bunuh Dirinya untuk Dikirim ke Sang Pacar

Lantas, apa konsekuensi yang bakal diterima Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno jika memang benar-benar mundur dari kontestasi Pilpres 2019?

Pasal 236 ayat 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyatakan, pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam pasal 229 ayat 1 huruf f dilarang mengundurkan diri.

Hal itu terhitung sejak ditetapkan sebagai pasangan calon oleh KPU.

Apalagi, capres dan cawapres yang diusung gabungan partai politik sudah menyepakati calonnya tak akan mundur.

Hal itu diatur dalam pasal 229 ayat 1 huruf f UU Pemilu, yang menyebutkan gabungan partai politik dalam mendaftarkan bakal pasangan calon ke KPU wajib menyerahkan surat pernyataan dari bakal calon tidak akan mengundurkan diri.

Lalu, aturan larangan untuk mundur juga ditegaskan dalam pasal 552 dan pasal 553.

Pasal 552 ayat (1) menegaskan, capres atau cawapres yang sengaja mengundurkan diri sejak penetapan pasangan calon hingga pelaksanaan pemungutan suara putaran pertama, akan dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda maksimal Rp 50 miliar.

Baca Juga : Viral Wanita Cari Suami Bergaji 30 Juta Sebulan, Pasang Standar Gaji untuk Calon Suami Ternyata Dianjurkan Lo!

Sedangkan pasal 552 ayat (2) mengatur tentang pimpinan partai politik atau gabungan partai politik yang dengan sengaja menarik calonnya dan atau pasangan calon yang sudah ditetapkan KPU sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran pertama, akan dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda maksimal Rp 50 miliar.

Kemudian, pasal 553 mengatur tentang calon presiden atau wakil presiden yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah pemungutan suara putaran pertama sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran kedua, maka sanksi yang ditetapkan dalam pasal ini lebih berat, yakni pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta.

Ancaman mundur Prabowo Subianto dan timnya dari penyelenggaraan pilpres bukan kali ini saja terjadi.

Pada Pilpres 2014, Prabowo Subianto yang kala itu berpasangan dengan Hatta Rajasa, juga sempat menyatakan mundur dari proses penyelenggaraan Pilpres 2014, saat proses rekapitulasi suara.

Alasannya sama, mereka mencurigai adanya kecurangan dalam penyelenggaraan pemilihan umum.

Sebelumnya, TIM Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Maruf Amin tak mempermasalahkan wacana mundurnya calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dari kontestasi pemilihan umum.

Abdul Kadir Karding, Wakil Ketua TKN Jokowi-Maruf Amin mengatakan, mundur dari pencalonan sepenuhnya kewenangan Prabowo Subianto. Namun, ada konsekuensi yang harus diterima.

Baca Juga : Kisah Pengorbanan Doker di Wilayah Perbatasan Indonesia: Kerja Maksimal, Apresiasi Minimal

"Ya kalau mundur silakan mundur. Cuma harus diingat, mundur itu kena denda, yang kedua pidana," kata Abdul Kadir Karding saat dikonfirmasi wartawan, Jakarta, Senin (14/1/2019).

Abdul Kadir Karding berujar, mundurnya Prabowo Subianto bisa didasari, karena kecurigaan Prabowo Subianto mengenai kecurangan di Pemilihan Umum 2019.

Meski, ucap Abdul Kadir Karding, Prabowo Subianto tak bisa membuktikan hal tersebut.

Prabowo Subianto ditengarai Abdul Kadir Karding ingin mem-framing opini, terutama mengenai pemilu dikangkangi oleh kepentingan petahana.

Abdul Kadir Karding berpandangan wacana itu menimbulkan dampak negatf dan positif. Negatifnya, ada upaya delegitimasi pemiliham umum.

"Ini berbahaya bagi delegitimasi terhadap KPU, sekaligus juga delegitimasi terhadap pemerintahan," ujar Abdul Kadir Karding.

Namun, Abdul Kadir Karding melihat ada dampak positif jika Prabowo Subianto hengkang dan menyisakan satu kontestan di Pemilu 2019.

Itu pun kalau Prabowo Subianto benar-benar memenuhi ancamannya.

"Sangat menguntungkan Pak Jokowi karena tidak ada lawan. Jadi sebaiknya bicara yang positif-positif saja," tutur Abdul Kadir Karding. (Yaspen Martinus/Warta Kota)

Artikel ini sebelumnya tayang di Warta Kota dengan judul Prabowo Terancam Dipenjara Lima Tahun dan Denda Rp 50 Miliar Bila Nekat Mundur dari Pilpres 2019

Editor : Moh. Habib Asyhad

Baca Lainnya