Suar.ID - Aktivitas vulkanik gunung Anak Krakatau terus diperhatikan hingga saat ini.
Terlebih sejak peristiwa tsunami Banten pada Sabtu (22/12/2018) kemarin yang menyebabkan ratusan korban jiwa dan ribuan orang luka.
Belum lagi kerugian material berupa kendaraan dan bangunan yang rusak parah.
Tsunami itu terjadi karena aktivitas vulkanik Anak Krakatau yang menyebabkan longsornya sebagian dinding gunung ke dalam laut.
Baca Juga : Viral Video Penumpang 'Ngamuk' di Garuda Indonesia, Ternyata Alkohol Jadi Pemicu Amarahnya
Setelah longsoran dinding gunung itu, Anak Krakatau tidak berhenti mengeluarkan uap dan letusan-letusan kecil.
Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ( Kementerian ESDM) mengonfirmasi terjadi penyusutan tinggi Gunung Anak Krakatau dari yang sebelumnya 338 meter di atas permukaan laut (mdpl) menjadi hanya 110 mdpl.
Sekretaris Badan Geologi Kementerian ESDM Antonius Ratdomopurbo menjelaskan, susutnya ukuran Gunung Anak Krakatau terkonfirmasi setelah terjadi letusan pada Jumat (28/12/2018) tengah malam pukul 00.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB dengan tinggi asap maksimum 200 meter hingga 3.000 meter.
Selanjutnya, pada pukul 14.18 WIB, asap letusan terlihat tidak berlanjut dan nampak tipe letusan surtseyan yang terjadi lantaran magma yang keluar dari kawah gunung bersentuhan dengan air laut.
Baca Juga : Hidup Sebatang Kara, Aa Gym Siap Jadi Orangtua Asih Anak Bungsu Aa Jimmy yang Mati Diterjang Tsunami Banten
"Bahwa pada sekitar 14.18 WIB kemarin sore terlihat, terkonfirmasi, bahwa Gunung Anak Krakatau jauh lebih kecil dari sebelumnya," ujar dia ketika memberikan paparan kepada awak media di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Sabtu (29/12/2018).
Pria yang akrab disapa Purbo ini menjelaskan, dari Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Pasauran, saat ini puncak Anak Krakatau terpantau lebih rendah dibandingkan dengan Pulau Sertung yang menjadi latar belakangnya.
Sebagai catatan, Pulau Sertung memiliki tinggi 182 meter, dan Pulau Panjang memiliki tinggi 132 meter.
Lebih lanjut Purbo menjelaskan, letusan surtseyan yang terjadi di perbatasan antara lereng dan permukaan laut membuat magma menyentuh air laut dan membuat magma kemudian meledak.
Baca Juga : Dicerai, Gading Marten Tak Lagi Pasang Foto Bareng Gisel di Profil Instagramnya
"Magma ini yang kemudian berubah, terlempar menjadi abu," jelas Purbo.
Selain itu, Purbo juga menjelaskan, pasca-letusan, volume Anak Krakatau yang diperkirakan hilang 150 hingga 180 juta meter kubik, dengan volume yang tersisa diperkirakan antara 40 juta hingga 70 juta meter kubik.
Berkurangnya volume tubuh gunung Anak Krakatau diperkirakan karena adanya proses rayapan tubuh gunung api yang disertai oleh laju erupsi yang tinggi dari 27 hingga 28 Desember 2018.
Saat ini letusan gunung Anak Krakatau bersifat impulsif, sesaat sesudah meletus tidak tampak lagi asap yang keluar dari kawah Gunung Anak Krakatau.
Adapun terdapat dua tipe letusan, yaitu letusan strombolian dan surtseyan.
Aktivitas vulkanik gunung Anak Krakatau ini cukup meresahkan masyarakat karena mengingatkan pada letusan dahsyat gunung Krakatau tahun 1883.
Letusan Krakatau dulu menimbulkan gelombang tsunami yang besar dengan bunyi dentuman terbesar yang pernah didengar oleh manusia sepanjang sejarah.
Namun, Purbo meyakinkan kalau Gunung Anak Krakatau ini tidak berpotensi memiliki letusan sebesar 'ibunya' dulu.
"Magma Anak Krakatau ini tidak membentuk batu apung. Jadi tidak ada potensi letusan besar," katan Purbo.
Menurut Purbo, potensi letusan besar dapat terjadi kalau sebuah gunung api memiliki magma yang bersifat dasistik atau sangat asam dan minim kandungan besi.
Magma semacam itulah yang bisa membentuk batu apung, dan magma Anak Krakatau tidak demikian.
"Kalau ada gunung yang mengandung batu apung, dia bisa meletus dahsyat sama seperti Krakatau 1883. Sekarang sih enggak mungkin bentuk batu apung," lanjutnya.
Untuk membentuk batu apung, diperlukan waktu 1.000 tahun.
Atas dasar itulah Purbo berani memastikan tak ada letusan besar yang akan berasal dari Gunung Anak Krakatau.
Baca Juga : Ifan Seventeen Takut Pulang ke Jakarta dan Merinding Dengar Suara Ambulans, Trauma Berat!