Ini Alasan Letusan Gunung Anak Krakatau Tidak akan Sebesar Gunung Krakatau 1883

Jumat, 28 Desember 2018 | 18:57
Awak Susi Air via Instagram @natgeoindonesia

Letusan Gunung Anak Krakatau sehari setelah tsunami Banten yang berhasil dipotret awak Susi Air.

Suar.ID -Kamis (27/12) kemarin, status Gunung Anak Krakatau dinaikkan dari waspada ke siaga level III.

Perubahan ini lantaran adanya peningkatan aktivitas Gunung Anak Krakatau sejak Rabu (26/12).

“Statusnya naik siaga sejak hari ini pukul 06.00 WIB,” kata Kushendratno, Ketua Tim Tanggap Darurat Erupsi Gunung Anak Krakatau, Kamis kemarin.

Imbas dari naiknya status Gunung Anak Krakatau adalah meluasnya radius bahaya, sebelum 2 km menjai 5 km.

Meski begitu, Kushendratno meminta warga untuk tenang dan tidak panik.

Baca Juga : Menurut Warga, Ada Buaya Berdiri Tegak Menghadap Laut Satu Jam Sebelum Tsunami Banten

Pihaknya akan terus melaporkan perkembangan terbaru terkait aktivitas Gunung Anak Krakatau.

Rabu (27/12/2018) sore abu Gunung Anak Krakatau mencapai Kota Cilegon, Banten

Abu Gunung Anak Krakatau dilaporkan sudah sampai ke Kota Cilegon, Banten, pada Rabu (26/12/2018) sore.

Turunnya abu vulkanik membuat masyarakat Cilegon khawatir dengan status Gunung Anak Krakatau yang terus menerus erupsi.

Ketua Tim Tanggap Darurat Erupsi Gunung Anak Krakatau Kushendratno yang dihubungi Kompas.com meminta masyarakat tenang.

Menurut dia, Gunung Anak Krakatau aktivitasnya memang meningkat dan mengeluarkan abu vulkanik saat ada letusan, dan kini arah angin sedang mengarah ke timur laut, atau menuju Cilegon.

Sejak Juni 2018 lalu, kata dia, setiap harinya Gunung Anak Krakatau meletus dan mengeluarkan material seperti abu vulkanik.

Namun material tersebut akan menyebar sesuai arah angin, dan kini mengarah ke Cilegon.

Dari pos pemantau di Pasauran pukul 18.00 WIB tadi, kata dia, Gunung Anak Krakatau terpantau ditutupi kabut dan lava panas yang mengalir ke laut.

Sementara tinggi kepulan awan panas mencapai 300 hingga 600 meter di atas kawah.

Masyarakat direkomendasikan untuk tetap beraktivitas seperti biasa, namun tidak mendekati Gunung Anak Krakatau dalam radius lima kilometer.

Baca Juga : 10 Negara dengan Kekuatan Militer Terkuat di Dunia 2018, Indonesia Paling Kuat di Asia Tenggara

"Jangan percaya isu yang menimbulkan kepanikan, jika ingin informasi soal Gunung Anak Krakatau, silahkan datang langsung ke pos pemantauan di Pasauran," pungkas dia.

Abu vulkanik sudah biasa turun

Abu vulkanik Gunung Anak Krakatau yang turun di Cilegon ternyata sudah dianggap biasa saja bagi warga Sirih, Desa Kemasan, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang.

Salah satu warga, Novi, menyebut abu sudah sering turun di kampungnya.

"Sudah biasa sejak beberapa bulan lalu, apalagi sejak tsunami tanggal 22 itu, sering dan hampir tiap hari, suami saya pulang dari masjid sandal sudah ditutupi abu," cerita Novi kepada Kompas.com, Rabu.

Sering turunnya abu di kampungnya membuat Novi tidak begitu kaget saat mendengar abu Gunung Anak Krakatau turun di Cilegon.

"Di sini sudah biasa, kami cuma senyum saja saat warga Cilegon heboh," kata dia.

Tak sebesar Krakatau 1883

Meski terus meningkatkan aktivitas vulkaniknya, letusan Gunung Anak Krakatau dipercaya tidak sebesar Gunung Krakatau 1883.

Prediksi itu disampaikan oleh Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB) Sutopo Purwo Nugroho.

Menurutnya, diameter Gunung Anak Krakatau hanya 2 kilometer sedangkan diameter Gunung Krakatau dulu mencapai 12 kilometer.

Baca Juga : Mengharukan, Sebelum Diterjang Tsunami Banten, Dylan Sahara Sempat Kirim Ucapan ‘Hari Ibu’ ke Ibunya

Sutopo menambahkan, diameter Gunung Anak Krakatau yang lebih kecil mengakibatkan ukuran dapur magma di dalamnya juga kecil.

Karena itu, Sutopo memprediksi letusan Gunung Anak Krakatau tidak akan menyebabkan bencana besar dan gelombang tsunami yang tinggi.

Jadi, “Kami mengimbau kepada masyarakat di sekitar sini, satu, untuk tetap tenang dan meningkatkan kewaspadaannya,” ujarnya.

Dia juga meminta agar masyarakat tetap mengacu kepada institusi PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi) maupun BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika).

Editor : Moh. Habib Asyhad

Sumber : Kompas.com, Suar.ID

Baca Lainnya