Mengenal Pakuwon Jawa, Konon Lebih Akurat dari Zodiak dan Shio, Simak

Kamis, 12 Oktober 2023 | 11:14
Intisari

Mengintip nasib lewa Pawukon

SUAR.ID-Dibandingkan dengan zodiak Barat dan Cap Ji Shio dari China, horoskop versi Jawa ini memang tidak begitu dikenal.

Padahal, dalam membidik gambaran fisik, watak, dan naas seseorang, Pawukon lebih jitu dan akurat. Bahkan, mampu memroyeksikan “naas” seseorang di senja hidupnya dengan perlambang watak hari kelahiran orang tersebut.

Percaya atau, perhitungan hari saat dilakukan pemilihan presiden keempat RI pada Rabu Pon, 20 Oktober 1999, menyisakan firasat buruk bagi bangsa Indonesia.

Itu menurut penglihatan dan perhitungan mata hati pakar Pawukon, K.R.H.T. Suhadi Darmodipuro, yang juga kepala Museum Radyapustaka, Surakarta.

Seperti diketahui, pemilihan presiden RI dilakukan siang hari.

“Kalau pemilihan itu dilakukan pada waktu malam hari, akan menghasilkan hal baik. Dalam perhitungan Jawa, Rabu malam itu sudah termasuk Kamis Wage, hari yang baik. Wataknya aras kembang, tunggak semi. Dengan watak aras kembang, artinya siapa pun yang terpilih akan memperoleh simpati dari banyak orang. Demikian pula tunggak semi, meski selalu mendapat kritik atau dilecehkan, tetap akan bertunas dan dengan ketokohannya akan membuahkan hasil baik bagi negara dan bangsa," demikian ujar Darmodipuro.

Kenyataannya, pemilihan dilakukan pada Rabu siang sebelum pukul 18.00 WIB. Hari itu jatuh pada Wuku Watugunung.

Dalam hitungan Jawa, memiliki wataklakuning rembulan, bumi kapetak. Meski watak yang pertama itu baik, watak yang kedua yaknibumi kapetakjustru mengubur semua kebaikannya.

"Jadi, siapa saja yang terpilih menjadi presiden, kendati memiliki niat dan usaha keras untuk membangun serta menyejahterakan bangsa ini, akan kesilep atau tidak dihargai karena selalu mendapat celaan," tambah Darmodipuro.

Lewat Pawukon perjalanan nasib seseorang juga bisa dibaca dengan jelas. Contohnya, nasib mantan Presiden Soeharto yang dilahirkan Rabu Kliwon, 8 Juni 1921.

Sesuai hari kelahirannyawukuPak Harto adalahMaktal. Gambaranwukutersebut terjemahan bebasnya begini: Dewanya Bathara Sakri, setia dalam janji, teguh pendiriannya.

Lambang kayunya Negari, tampan wajahnya, bicaranya selalu harum. Burungnya ayam hutan, wataknya cerdik. Gedungnya megah dan berumbul-umbul, artinya pangkat dan kekayaan datang secara bersamaan.

Gambaran dirinya bak harimau lapar, kalem tapi waspada, perasaannya gampang kecewa. Naas dirinya karena berkelahi/perseteruan.

Baca Juga: Ini Mitos Pernikahan Anak Pertama dengan Anak Terkahir, Langgeng?

Watak hari kelahirannya yang Rabu Kliwon adalahlakuning srengenge,lebu katiyup angin. Tamsil itu menggambarkan hidupnya yang semula ibarat matahari sebagai pemimpin yang menjadi panutan banyak orang, namun pada akhir nasibnya justru seperti debu yang tertiup angin.

Memang, pada akhirnya kebenaran semua itu tergantung pada kehendak Yang Maha Kuasa.

Apa Itu Ilmu Pakuwon?

Pawukonadalah ilmu tentangwukuyang bersifat baku berdasarkan buku babon yang ada. Tak berbeda dengan metode hitungan astrologi pada umumnya,wukuini membagi hari kelahiran seseorang berdasarkan tanggal dan tahun kelahiran.

Hanya sajaPawukonmendasarkan perhitungannya menurut

kalender Jawa.Wukudalam bahasa Jawa kuno artinya pekan atau seminggu. Satuwukuartinya tujuh hari. KaryaPawukonbisa disejajarkan dengan zodiak Barat maupun Cina yang sudah dikenal luas.

Cap Ji Shio terbagi atas 12 macam shio dengan pergantian tiap tahun.

Satu periode shio diawali dari tahun pertama yaitu Tahun Tikus yang kemudian berakhir pada tahun kedua belas yakni Tahun Babi. Sedangkan horoskop Barat terbagi atas 12 bintang, pergantiannya tiap bulan, diawali dengan bintang Capricornus dan diakhiri oleh Sagitarius.

Sementara ituPawukonterbagi atas 30 macamwukuyang pergantiannya berlaku setiap minggu. Perhitungannya mulai dari hari Minggu sampai dengan Sabtu. Satu periodePawukondiawali pada minggu pertama setiap tahun denganWuku Shinta, yang kemudian diakhiri pada minggu ketiga puluh denganWuku Watugunung.

Baca Juga: Dianggap Pertanda Rezeki, Ternyata ini Arti Mitos Burung Masuk Kerumah

Urutan dari ke-30 wuku tersebut adalah:Shinta, Landhep, Wukit, Kurantil, Tala, Gumbreg, Warigalit, Warigagung, Julungwangi, Sungsang, Galungan, Kuningan, Langkir, Mandasia, Julungpujut, Pahang, Kuruwelut, Mrakeh, Tambir, Madangkungan, Maktal, Wuye, Manahil, Prangbakat, Bala, Wugu, Wayang, Kulawu, Dhukut, Watugunung.

Setiap wuku memayungi kelahiran (manusia) dalam waktu satu pekan atau tujuh hari. Perhitungan harinya pun disesuaikan dengan pasaran (pon, wage, kliwon, legi, pahing).

Dibandingkan dengan horoskop versi lain,Pawukonmemiliki kelebihan. Selain memberi gambaran secara umum untuk mengetahui kondisi fisik, karakter, atau watak seseorang, setiap wuku juga mampu menemukan jenis naas (pengapesan) atau pantangan yang harus dihindari serta proyeksi "nasib" seseorang di masa datang.

Misalnya, seseorang yang memilikiWuku Kuiantilpantangannya adalahpenekan, yakni kegiatan yang sifatnya panjat-memanjat. Sedangkanmerekayang berwukuGumbregnaasnya karena air,Keblabag ing Banyu.

Sesuai usiawuku, masa berlaku pantangan ini pun hanya seminggu. Artinya, selama waktu itu orang yang bersangkutan sebaiknya menghindari hal-hal yang menjadi pantangannya.

Apakah pengapesan ini bisa menjadi kenyataan? Seorang Bung Karno yang berwukuWayangternyata pengapesannyaSebab Kena ing Paeka(cinidra), yakni dikhianati atau diperdaya.

Lintasan sejarah hidup proklamator ini secara jelas telah memberikan jawabannya. Penggambaran keadaan fisik, karakter, serta sifat-sifat orang dalam setiapwukudisajikan lewat personifikasi simbol seperti dewa,manuk(burung), gedung, panji-panji, pohon, atau kayu.

Sementara naas atau pengapesan seseorang selalu disertakan dalam perlambangsambekala.

Baca Juga: Inilah Arti Mitos Ayam Berkokok di Malam Hari, Tidak Selalu Hal Buruk

Namun tidak sepertiiconsederhana yang menandai masing-masing zodiak Barat atau shio Cina, ketigapuluh wuku dalamPawukondigambarkan secara filosofis dengan ilustrasi menarik, artistik, dan mendetail sesuai ulasan yang terdapat di setiapwuku-nya.

Darmodipuro yakin, tingkat akurasiPawukondalam membaca watak dan mengungkap nasib bisa mencapai 70%.

“Sebagian besar klien yang datang ke sini mengaku apa yang tersurat dalam wuku-nya banyak yang cocok," ujar Darmodipuro.

Ada juga satu dua orang mengatakan uraian dalamwuku-nya itu tidak sesuai. Meskipun begitu, menurut Darmodipuro, reaksi penolakan spontan itu terkesan lebih sebagai perwujudan mekanismeself-defenceyang ada dalam diri setiap manusia, ketika sifat-sifat buruknya terungkap.

Masih berkaitan denganPawukon, Darmodipuro mengatakan bahwa dalam setiap bulan hampir selalu ada yang disebut hari buruk yang dialami olehwuku-wukutertentu dalam perjalanan satu tahun.

Hari-hari buruk itu disebut dengan istilahtaliwangkedansamparwangke(wangkeartinya bangkai).

Menurut kepercayaan Jawa, pada hari itu mereka yang kebetulanwuku-nya terkenataliwangkeatausamparwangke, sebaiknya tidak melakukan hal-hal yang berisiko, seperti perjalanan jauh atau membuat keputusan penting yang menyangkut kehidupannya.

Believe it or not, pada tanggal-tanggal yang menurut perhirungan Darmodipuro merupakan hari buruk itu selalu ada peristiwa yang tidak terduga. Termasuk beberapa petaka yang menimpa bumi ini, seperti musibah Terowongan Mina tahun 1990 yang menewaskan 1.426 orang, jatuh pada haritaliwangke.

Juga meledaknya pesawat Challenger, 28 lanuari 1986, dan terbakarnya Keraton Surakarta, 31 Januari 1985. Contoh kiwari yang masih hangat adalah, pada 16 Maret 1997 Pak Harto mengambil sumpah Kabinet Reformasi Pembangunan.

Tanggal itu jatuh pada haritaliwangke. Maka yang terjadi kemudian, jalannya pemerintahan amburadul, yang pada akhirnya tumbang dilibas arus reformasi.

Nyaris hilang, padahal universal

Diakui atau tidak, pengetahuan tentangPawukonserta primbon Jawa ini sebetulnya nyaris terkubur oleh derasnya tren ke-Barat-Barat-an di kalangan masyarakat Jawa.

Apalagi nilai modernitas yang telanjur diserap kalangan muda sering membuat mereka semakin tercerabut dari akar tradisi leluhur. Hanya lantaran gengsi, semua hal yang berbau tradisional diemohi karena dianggapndesodan klenik.

Padahal ketika dihadapkan pada suatu kenyataan hidup yang tidak menenteramkan, diam-diam mereka mencari pegangan psikologis. Bagaimanapun juga, orang Jawa yang pada dasarnya berakar pada budaya agraris-mistis, termasuk mereka yang sudah hidup di kota-kota besar, akhirnya berpaling juga mengikuti naluri tradisionalnya.

Terbukti, masih banyak orang yang meyakini primbon dan tetap mempertimbangkan petungan Jawa kalau ingin menentukan tanggal perkawinan, pindah rumah, memulai kegiatan bisnis, atau menjalani ritus, sejak kehamilan sampai kelahiran seorang bayi, atau bahkan dalam memilih nama.

Untuk menentukan wuku, yang diperlukan adalah tanggal kelahiran sesuai tahun Masehi, kemudian dirujuk dalam penanggalan Jawa. Dari penanggalan Jawa itu bisa diketahui termasukwukuapakah hari kelahiran tersebut.

Berangkat dari tanggal tersebut juga bisa dicari hari danwetonnyauntuk menentukan jenis pengapesannya berikut selamatan yang harus dijalani, kalau mau.

Untuk mempermudah pencarianwukutadi bisa dirujuk pada buku Kalender Abadi yang sudah dijual di .pasaran. Salah satunya, Kalender 301 Tahun (Balai Pustaka, 1989), yang disusun oleh Tjokorda Rai Sudharta, M.A. dkk., bisa digunakan dengan sangat mudah.

Baca Juga: Ini Mitos Kucing Hitam, Dikaitkan dengan Penyihir Hingga Keberuntungan

Tak diketahui penciptanya

Seperti halnya Cap Ji Shio maupun zodiak Barat,Pawukonpun sampai kini belum diketahui persis asal-usul berikut penciptanya.

Kenyataan ini diperparah oleh kondisi sumber-sumber tulisan penunjang informasi ini yang sudah amat memprihatinkan.

Seperti buku tentangPawukonterbitan tahun 1850 yang tersimpan di Istana Marigkunegaran, sudah amat rapuh. Buku serupa di Sasono Pustoko, Keraton Kasunanan Surakarta, yang dibuat pada masa Paku Buwono X (1893-1939) kondisinya sedikit lebih baik.

Mitos menceritakan bahwa lahirnya Pawukon diilhami kisah Raja Watugunung, cerita rakyat zaman dulu, yang mengisahkan cinta anak lelaki terhadap ibunya sendiri seperti Oedipus dari Yunani.

Nama anak-anak yang lahir dari hubungan terlarang inilah yang menandai namawuku. Ada pun urutanwukuitu disesuaikan dengan janji Dewa kepada Watugunung untuk mengangkat semua anggota keluarganya ke kahyangan.

Untuk mendapat jaminan agar semua diangkat kekahyangan, Watugunung memilih menunggui anggota keluarganya dulu satu per satu diangkat ke kahyangan, sementara dirinya sendiri memilih yang paling akhir. Itulah sebabnya,Wuku Watugunungberada di urutan terakhir.

Darmodipuro memperkirakan penggunaanPawukondalam praktik bernegara dan kehidupan sehari-hari sudah dimulai pada zaman Sultan Agung (1613-1645).

Gelapnya informasi tentang penciptaPawukonini sangat mungkin lantaran sifat para pujangga Jawa zaman dulu yang memegang prinsip rendah hati.

"Sifat orang Jawa 'kan tidak mau menonjolkan diri pribadi. Itulah sebabnya banyak karya sastra Jawa yang tidak ketahuan siapa pembuatnya. Sebagai contoh, karya-karya K.R.T. Ronggowarsito tidak ada yang jelas-jelas menuliskan namanya. Kalaupun ada biasanya dibuatsandiasmo(nama rahasia). Itu pun diselipkan secara tersamar ke dalam karya tulisnya sehingga hanya orang-orang tertentu yang bisa membacanya. Saya rasa itu juga yang terjadi dengan karyaPawukonini," jelasnya.

Telaah yang agak berbeda diberikan oleh Drs. Manu Djojoatmodjo, pakar Jawa kuno dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Selain sulit dilacak, versiPawukonjuga beragam sesuai dengan perbedaan tradisi di mana keyakinanPawukonitu dianut oleh masyarakat.

Meski pola bakunya sama, bisa jadiPawukonyang ada di Keraton Surakarta berbeda dengan yang terdapat di Pakualaman, Yogyakarta.

“Kita sulit melacak penciptanya karena Pawukon itu merupakan wujud kristalisasi persepsi budaya masyarakat Jawa tentang waktu yang meliputi hari,weton, watak manusia, sertapranata mangsayang selama ratusan tahun menjadi pedoman hidup kesehariannya."

Apalagi, masih menurut Manu, dalam perjalanan waktu terjadi inkulturasi budaya Hindu, yang pada akhirnya juga mempengaruhi persepsi dan praktik budaya Jawa, termasuk dalam halPawukon. Itulah sebabnya dalam setiap wuku selalu ada dewa pelindungnya.

Betapa punPawukonadalah salah satu kekayaan budaya Indonesia. Membiarkannya punah sama halnya dengan melupakan sejarah bangsa sendiri. Oleh karena itu menjadi tugas kita semua untuk melestarikannya. (Habib)

Baca Juga: Inilah Hewan yang Dipercaya akan Membawa Sial Menurut Kepercayaan Jawa

Editor : optimization

Sumber : intisari

Baca Lainnya