Suar.ID -Seorang pembangkan Arab Saudi yang dekat dengan Jamal Khashoggi tiba-tiba membuat pernyataan mengejutkan terkait pembunuhan sang jurnalis.
Seperti dilaporkan Strait Times pada Senin (3/12), menurutnya, sebuah perusahaan perangkat lunak Israel membantu pengadilan Arab Saudi menyadap smartphone-nya dan mematai-matai komunikasinya dengan Khashoggi.
Dia memberi tekanan pada perusahaan NSO Group juga pemerintah Israel yang memberi lisensi penjualan perangkat lunak itu kepada pemerintah asing.
Perangkat spyware itu dia sebut sebagai Pegasus.
Baca Juga : Datangi Polda Metro Jaya, Benarkah Ussy Sulistiawaty Akan Laporkan Warganet yang Menghina Anak-anaknya?
Lebih luas lagi, gugatan itu juga mengundang perhatian baru terhadap aliansi Israel yang semakin terbuka dengan Arab Saudi dan negara-negar Teluk persian lainnya.
Arab Saudi dan sekutunya seperti Uni Emirat Arab memang tidak pernah secara terang-terangan mengakui kedekatannya dengan negara Yahudi itu.
Tapi mereka punya musuh bersama: Iran.
Masih menurut sumber yang sama, spyware itu memungkinkan penggunanya untuk secara diam-diam mendengarkan panggilan, merekam pembicaraan, membaca pesan, dan melacak riwayat internet telepon yang ditargetkan.
Alat ini juga memungkinkan pengguna menggunakan mikrofon dan kamera ponsel sebagai perangkat pengawasan.
Karena kemampuan canggihnya ini, Irsael mengategorikan perangkat ini sebagai senjata.
Perusahaan penciptanya harus mendapatkan persetujuan dari Kementerian Pertahanan untuk menjualnya.
Menurut sebuah berita Israel, Arab Saudi mengeluarkan biaya sebesar 55 dolar AS (sekitar Rp786 miliar) untuk bisa menggunakannya.
Sebelumnya, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman juga diduga terlibat dalam pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.
Baca Juga : Pimpinan ISIS yang Memenggal Kepala Mantan Tentara AS Tertembak dalam Serangan Drone
Laporan tersebut dipaparkan Wall Street Journal berdasarkan dokumen rahasia milik Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat (CIA).
Dikutip Middle East Eye Sabtu (1/12/2018), CIA mencegat setidaknya 11 pesan yang dikirimkan MBS beberapa jam sebelum dan sesudah Khashoggi dibunuh.
CIA membuat dokumen kesimpulan berdasarkan penyadapan yang mereka lakukan terhadap pesan elektronik MBS maupun informasi intelijen lain.
Berdasarkan dokumen tersebut, MBS berkata kepada salah satu stafnya pada Agustus 2017 bahwa usahanya untuk membujuk Khashoggi kembali ke Saudi tidak berhasil.
Karena itu, dokumen tersebut memaparkan adanya upaya untuk memancing Khashoggi agar bersedia bertemu di suatu tempat.
"Komunikasi yang dilaksanakan nampaknya menandai sebuah operasi yang diluncurkan Saudi untuk melawan Khashoggi," bunyi dokumen CIA itu.
Pesan-pesan itu dikirim MBS kepada Saud al-Qahtani, penasihat bidang media yang dilaporkan memimpin tim beranggotakan 15 untuk berangkat ke Istanbul, Turki.
Di dokumen itu, Qahtani menggunakan departemen media kerajaan, Pusat Studi dan Hubungan Media (CSMARC) untuk mengatur rencana pembunuhan.
CIA dalam dokumen tersebut tentunya bakal sulit bagi Qahtani untuk menggunakan fasilitas negara tanpa mendapat persetujuan dari MBS.
Baca Juga : Wanita dari 6 Zodiak Ini Punya Bakat Alami dan Penuh Pesona untuk Menarik Perhatian Pria
Qahtani pernah meminta izin MBS ketika dia bermaksud mengejar operasi sensitif lainnya pada 2015, dan mencerminkan kontrol dan komando sang putra mahkota.
Dari dokumen itu, ditunjukkan MBS pernah memerintahkan Qahtani dan CSMARC untuk menargetkan lawannya baik domestik maupun di luar negeri, kalau perlu menggunakan kekerasan.
Qahtani sudah dipecat oleh Raja Salman setelah kasus itu mencuat.
Namun sumber internal menyatakan dia masih melaksanakan tugasnya secara rahasia.
Khashoggi dibunuh pada 2 Oktober di Konsulat Saudi di Istanbul ketika mengurus dokumen pernikahan dengan tunangannya, Hatice Cengiz.
Riyadh yang semula bersikukuh Khashoggi keluar dengan selamat akhirnya mengakui Khashoggi dibunuh dan dimutilasi di dalam konsulat.
Sementara sumber dari penyidik Turki menyatakan potongan jenazah Khashoggi dilenyapkan menggunakan cairan asam dan dibuang ke saluran air.
CIA pada November lalu menyimpulkan MBS berada di balik pembunuhan Khashoggi.
Namun Presiden Donald Trump berujar kesimpulan itu masih terlalu dini.
Trump menyatakan kasus pembunuhan kontributor The Washington Post itu tak mempengaruhi hubungan bilteral Saudi dan AS.
Baca Juga : Wanita Ini Bagikan 5 Tips untuk Dapatkan Suami Kaya Raya, Salah Satunya Jangan Serakah!
Dalam rilis resmi Gedung Putih, Trump mengatakan Saudi mengimpor senjata dengan total kontrak 110 miliar dollar AS, atau Rp 1.604 triliun.
"Tentu nominal belanja itu bakal menciptakan ratusan ribu lapangan pekerjaan dan meningkatkan ekonomi Amerika," beber Trump. "Jika kami gegabah memutus kontrak tersebut, maka pihak yang bakal mengambil keuntungan adalah Rusia serta China," tambahnya.
Seperti yang sudah banyak diberitakan, Jamal Khashoggi tewas di konsulat Arab Saudi di Istanbul pada 2 Oktober lalu.
Menurut pemerintah Turki, pembunuhan ini dilakukan oleh sebuah operasi khusus yang diperintahkan pimpinan tertinggi Saudi.
Kasus kematian Khashoggi menyebabkan krisis politik terbesar di Kerajaan Saudi dalam satu generasi.
Setelah beragam spekulasi, pemerintah Arab Saudi akhirnya mengatakan, Khashoggi dibunuh dan tubuhnya dipotong-potong setelah negosiasi yang membujuknya kembali ke Arab Saudi gagal.
Tak berselang lama, jaksa penuntut umum kerajaan memberi vonis hukuman mati kepada lima tersangka yang dituduh melakukan pembunuhan.
Meski begitu, mereka menampik jika Pangeran Muhammad mengetahui operasi pembunuhan tersebut.