Jurnal Turis AS yang Tewas Di Sentinel Ungkap Kehidupan Suku Terasing Itu: Pemimpin Suku Pakai Mahkota Bunga

Sabtu, 01 Desember 2018 | 11:02
Instagram/John Allen Chau

catatan John Allen Chau tentang kehidupan suku Sentinel

Suar.ID - Masih ingat tentang kisah tragis seorang turis asal Amerika Serikat yang nekat mendatangi pulau Sentinel Utara di Kepualauan Andaman beberapa waktu lalu?

Turis yang bernama John Allen Chau itu sebenarnya punya misi untuk mengajarkan kepercayaannya pada para penduduk pulau yang terasing itu.

Namun, kedatangannya ternyata membuat gusar penduduk suku Sentinelese di sana dan Chau malah dipanah hingga tewas.

Hingga kini, jasad Chau masih berada di pulau dan tidak dapat diambil sebab pemerintah India takut akan terjadi pertempuran antara penduduk suku dengan para polisi India.

Baca Juga : Ini 5 Zodiak Paling Hoki dan Punya Keuangan Paling Baik di Bulan Desember 2018, Adakah Zodiakmu?

Sebelum meninggal, rupanya Chau meninggalkan beberapa jurnal dan catatan yang ia titipkan pada nelayan yang terakhir kali mengantarnya ke wilayah Sentinel Utara.

Catatan itu diberi judul "Observasi" dan ditulis oleh Chau sendiri. Buku catatan itu dibawa oleh nelayan bernama S Jampo.

Melansir Hindustan Times pada Jumat (3/11/2018), antropolog lalu meneliti catatan tersebut untuk menemukan cara mengambil jenazah Chau.

Jika catatan itu benar sesuai dengan kondisi yang ditemui Chau di pulau, ia akan jadi orang pertama yang berhasil memasuki wilayah itu dalam 12 tahun terakhir.

Baca Juga : 5 Fakta Maruli Simanjuntak Menantu Luhut Panjaitan yang Jadi Komandan Paspampres: Dapat Jodoh dari Judo

Catatan Chau tertanggal pada 15 November 2018 menceritakan pertemuannya dengan seorang pria yang menurut Chau adalah pemimpin suku.

Chau menuliskan bahwa pria itu memakai mahkota yang terbuat dari bunga di kepalanya.

"Dia berdiri di atas batu karang dan berteriak pada saya," tulis Chau.

Selama ini tidak ada yang tahu bahasa apa yang digunakan oleh suku Sentinel ini, tapi Chau berhasil menjabarkan bahasa yang digunakan oleh suku tersebut.

Baca Juga : Jackie Chan dalam Memoarnya: Dulu Saya Mengunjungi Pelacuran dan Rumah Judi

Orang Sentinel, menurut catatan Chau, berbicara dengan nada tinggi dan banyak terdengar seperti huruh b, p, l, dan s.

"Mereka seperti sedang mengatakan makian dengan nada tinggi," lanjut catatan itu.

Suku Sentinel diyakini adalah penduduk migrasi dari Afrika sekitar 50.000 tahun yang lalu.

Chau juga menulis kalau ia sempat mengajak mereka bicara menggunakan bahasa dari Jarawas, suku lain yang berasal dari Andaman Selatan dan Tengah. Namun, penduduk Sentinel tidak memahaminya sama sekali.

Chau kemudian menggambarkan keadaan pulau Sentinel Utara secara keseluruhan.

Sentinel Utara dipenuhi dengan hamparan pasir putih yang kasar dan punya wilayah pantai menakjubkan yang cocok dipakai berselancar di bagian selatan pulau.

Setiap rumah menampung sedikitnya 10 orang Sentinel, tapi ada satu rumah besar yang menampung 50 orang dan termasuk anak-anak.

Chau memprediksi jumlah penduduk Sentinel Utara mencapai 250 orang. Ini lebih banyak dari perkiraan pemerintah India.

Baca Juga : Sultan Malaysia Menikahi Perempuan Rusia tapi PM Mahathir Mohamad Tidak Tahu Apa-apa

Setelah tsunami yang terjadi pada tahun 20004 silam, pemerintah India melakukan pantauan dari udara dan memperkirakan jumlah suku Sentinel mencapai 200 orang.

Chau menjelaskan ia tidak melihat orang tua di pulau itum namun mungkin saja mereka hidup di bagian lain pulau.

Para penduduk perempuan berteriak saat bertemu dengannya dan salah seorang anak yang berusia sekitar 10 tahun melepas anak panah ke arahnya.

Untungnya, anak panah itu hanya mengenai Kitab Suci yang dibawa Chau dan ia pun memutuskan untuk melarikan diri dari pulau. Berdasarkan pengamatannya, Chau lalu membeberkan gestur tindakan orang Sentinel.

Jika busur diangkat, menunjukkan sapaan dan persahabatan. Hika menunjuk dengan jari, mereka memetakan lokasi. Tapi jika ada panah di busur, itu artinya mereka siap menyerang.

Chau nekat kembali ke sana pada tanggal 16 November dan ia tewas dibunuh dengan panah. Nelayan yang kembali keesokan harinya hanya bisa terdiam menyaksikan jasadnya diseret di sepanjang pantai.

Editor : Aulia Dian Permata

Baca Lainnya