Suar.ID -Akila yang masih sangat kecil tidak tahu ia telah dijual ibunya.
Yang jelas, ia tidak punya pilihan—keluarganya sedang kelaparan.
Keluarga Akila termasuk satu di antara ribuan orang yang berjuang melawan kekeringan yang menghancurkan Afganistan.
Bencana ini, New York Post melaporkan pada Jumat (23/11), disebut lebih berdampak dibanding perang.
Akila dijual kepada seorang pria dengan anak laki-laki berusia 10 tahun seharga 3.000 dolar AS (sekitar Rp44 juta).
Mamareen, ibunya, bahkan disebut tidak akan pernah sempat melihat uang sejumlah itu sekaligus, karena pria yang membelinya itu juga miskin.
Hingga saat ini, Mamareen baru menerima 70 dolar AS.
Kisah yang menimpa Akila dan keluarganya termasuk satu di antara sekian cerita horor dari wilayah Badghis di mana harus menghadapi pilihan sulit untuk menghindari kelaparan.
Dalam kasus ini, seorang gadis berusia empat tahun dijual kepada seorang pria berusia 20 tahun untuk melunasi utang.
Mamareen mengatakan, jual-beli itu seperti menjual sepotong hatinya.
Dia kehilangan suami dalam perang dan sekarang tinggal di tenda setelah melarikan diri dari desa yang dilanda kekeringan.
Mamareen pergi dari desa bersama tiga anaknya.
“Saya datang ke sini dengan pikiran akan menerima bantuan, tapi saya tidak mendapatkan apa-apa,” ujarnya kepada CNN.
“Saya tidak punya uang, tidak ada makanan, dan tidak ada pencari nafkah.”
Lebih pelik lagi, “Dia tidak tahu kalau saya menjualnya. Bagaimana dia tahu? Dia masih kecil. Tapi saya tidak punya pilihan lain. Entah menangis atau tertawa, dia harus pergi. Siapa yang akan menjual sepotong hatinya kecuali benar-benar harus melakukannya?”
Menurut beberapa laporan, ini kekeringan terburuk yang pernah melanda negeri Timur Tengah ini.
Baca Juga : Selain Suku Sentinel, Ada 4 Suku Terasing Lainnya yang Tinggal di Kepulauan Andaman dan Nikobar
Kekeringan ini, disebut mematikan seluruh tanaman-tanaman kecil yang ada negara itu, membunuh ternak, dan memaksa ratusan ribu orang meninggalkan pertanian mereka.
Afganistan juga disebut mendapatkan hujan salju dan hujan terendam dalam lebih dari 17 tahun terakhir.
PBB memperkirakan, dua juta orang di 20 – 34 propinsi di Afganistan berada dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan.
Di wilayah di mana Mamareen dan keluarganya tinggal sedikitnya 450 ribu orang menghadapi kekurangan makanan dan air.
Jika tidak menjual anaknya, mereka mesti menjual ternak mereka dengan harga yang sangat rendah supaya bisa membeli makanan.
Nazoo (36) membuat delapan roti naan setiap hari untuk dimakan lima anaknya dengan teh atau air.
Peluang terjadinya musim dingin yang ekstrem disebut akan semakin menambah penderitaan mereka.
Seorang perempuan bernama Sultana (24) baru-baru ini harus mengubur anak perempuan bungsunya yang mati kedinginan di gurun Afganistan saat usianya masih tiga bulan.
“Kami datang ke sini dan tidur di tempat terbuka tanpa apa pun kecuali terpal di atas kepala kami. putri saya pertama kali terkena pneunomia. Lalu dia meninggal,” ujar ibu muda itu.
Ia menangis meratapi nasib buruk yang menimpa putrinya itu.
Sekadar informasi, suhu Afganistan bulan lalu turun mendekati nol derajat pada malam hari.
Baca Juga : Pelajaran! Terlalu Sering Makan Mi Instan, 3 Orang Ini Bernasib Tragis hingga Ada yang Meninggal
“Kami khawatir anak-anak yang kedinginan dan kelaparan akan terkena penyakit musim dingin yang bisa menyebabkan kematian, yang sejatinya sangat bisa dicegah,” ujar Chris Nyamandi, Dewan Pengungsi Norwegia di Afganistan.
Dia juga mengaku, pihaknya tak bisa meninggalkan Afganistan dalam kondisi kritis seperti ini.
“Tempat penampungan yang lebih bagus harus dibangun, persediaan makanan harus digalakkan, sehingga keluarga bisa bertahan hidup di bulan-bulan yang beku,” ujarnya.
Mereka juga akan memastikan warga Afganistan bisa bertahan hidup di musim dingin yang ganas ini.