Di India Juga Ada Black Friday, tapi Bikin Trauma dan Tak Ada Hubungannya dengan Diskon Besar-besaran

Jumat, 23 November 2018 | 13:53
hindustantimes.com

Bom Bombay 1993 alias Black Friday.

Suar.ID -Hari ini (23/11), orang-orang di seluruh dunia sedang merayakan Black Friday.

Di hari ini banyak diskon ditawarkan berbagai toko, dari yang berformat online maupun offline.

Di beberapa tempat bahkan ada kantor-kantor yang meliburkan karyawannya supaya bisa merayakan hari berbelanja ini.

Secara garis beras, Black Friday laiknya Hari Belanja Online (Harbolnas) yang dirayakan sebagian besar warga Indonesia kiwari ini.

Bedanya, puncak harbolnas terjadi setiap 12 Desember, sementara Black Friday, seperti dilaporkan Tribunnews.com, jatuh sehari setelah Thanksgiving.

Baca Juga : 4 Fakta Andika Perkasa, KSAD Baru Pilihan Jokowi yang Masih Muda dan Pernah Diterpa Isu Negatif

Thanksgiving sendiri dirayakan setiap Kamis di minggu keempat bulan November, yang tahun ini jatuh pada 22 November.

Itu artinya, Black Friday jatuh pada Jumat (23/11) alias hari ini.

Seperti disinggung di awal, saat Black Friday, banyak diskon yang ditawarkan berbagai toko baik online maupun offline.

Apa itu Black Friday?

Setelah menikmati kalkun bersama keluarga di hari Thanksgiving, serta menonton pertandingan bola bersama, warga Amerika biasanya akan merayakan tradisi dengan belanja dan berburu diskon-besaran.

Musim belanja Black Friday dimulai setelah Thanksgiving.

Meski bukan libur nasional, tapi sebagian besar perusahaan meliburkan karyawannya.

Banyak orang yang menggunakan kesempatan itu untuk berbelaja berburu diskon.

Black Friday menjadi sensasi pemasaran dalam beberapa tahun terakhir.

Sejak tahun 2005, melansir Wonderopolis.org, Black Friday menjadi hari belanja paling padat sepanjang tahun.

Untuk menarik perhatian pembeli, banyak pengusaha yang membuka tokonya lebih awal di hari itu.

Bahkan, ada yang sudah mulai diskon saat malam Thanksgiving.

Baca Juga : Kembali Bunuh Orang Asing, Kok Bisa Suku Sentinel Terisolasi Ratusan Tahun dengan Dunia Luar?

Ada banyak promosi dan harga diskon yang ditawarkan toko-toko.

Beberapa barang dengan diskon besar dijual dengan jumlah yang terbatas.

Karena itu, beberapa calon pembeli rela mengantre dan bermalam di depan toko sambil memasang tenda.

Ada beberapa penjelasan mengapa hari berbelanja ini dinamai Black Friday.

Para sejarawan percaya nama ini muncul di Philadelphia sekitar tahun 1960-an.

Sopir bus dan polisi menggunakan nama Black Friday untuk mendeskripsikan lalu lintas yang padat yang membuat kemacetan kota sehari setelah Thanksgiving karena ada banyak pembeli yang berbondong-bondong ke toko.

Namun di sisi pengusaha, alasan itu tidak disukai. Di awal tahun 1980-an, alasan yang lebih positif muncul.

Menurut penjelasan dari sumber lain, Black Friday merupakan hari di mana pengusaha mulai menghitung dan mendapatkan laba tahunan.

Dalam istilah akuntansi, kerugian disebut "in the red" karena biasanya akuntan menggunakan tinta merah untuk menandakan jumlah negatif (kerugian).

Jumlah positif (laba) ditulis dengan tinta hitam. Karena itu, "hitam" berarti sesuatu yang baik karena menandakan keuntungan bagi pengusaha.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, muncul fenomena Cyber Monday dan Giving Tuesday, yang mirip dengan Black Friday.

Baca Juga : Jelang Perceraian, Gading Marten Telepon Gempita dan Ungkap Kerinduannya pada Sang Anak

Cyber Monday menjadi hari alternatif bagi mereka yang sibuk di hari Jumat dan tidak mau berdesak-desakan mencari diskon saat Black Friday.

Hari Senin setelah Black Firday disebut Cyber Monday dimana banyak penjual toko online yang menawarkan promo spesial.

Sementara itu, Giving Tuesday merupakan bentuk amal yang dicanangkan sejak tahun 2012.

Di hari Giving Tuesday, banyak dermawan individu, organisasi, maupun komunitas yang merayakan hari libur dengan memberi sumbangan bagi orang-orang yang membutuhkan.

Di India juga ada istilah Black Friday, tapi yang ini tak ada kaitannya dengan diskon besar-besaran dan berbelanja online.

Di India, Black Friday merupakan istilah untuk merujuk serangkaian peristiwa pemboman yang terjadi di Mumbai, India, yang terjadi pada Maret 1993.

Peristiwa ini sejatinya lebih dikenal sebagai 1993 Bombay Blasts.

Kejadian traumatik ini terdiri atas 12 rangkaian bom yang di 13 lokasi di Mumbai (dulu Bombay) pada 12 Maret 1993.

Ledakan pertama terjadi pada pukul 13.30 ketika sebuah bom mobil meledak di ruang bawah tanah gedung Bursa Efek Mumbai.

Seketika, gedung 28 lantai itu rusak parah, begitu juga gedung-gedung yang ada di sekitarnya.

Menurut laporan, setidaknya 200 orang terbunuh di gedung ini.

Sejak ledakan pertama itu hingga dua jam setelahnya, telah terjadi 12 ledakan di seluruh Mumbai. Sebagian besar adalah bom mobil, sementara beberapa di antaranya adalah skuter.

Tiga hotel, Hotel Sea Rock, Hotel Juhu Centaur, dan Hotel Airport Centaur, juga menjadi target di mana bom koper sengaja ditinggal di kamar yang sebelumnya dipesan oleh pelaku.

Bank, kantor paspor regional, Gedung Air India, dan kompleks perbelanjaan besar juga diserang.

Bom meledak di Zaveri Bazaar sementara di seberangnya sebuah bom mobil jip meledak di Century Bazaar.

Granat dilemparkan di Bandara Internasional Sahar dan di Koloni Nelayan, tampaknya menargetkan warga negara tertentu pada yang terakhir.

Bus bertingkat dua rusak parah dalam ledakan paling mematikan yang menyebabkan 90 orang tewas.

Serangan yang sudah dirancang dengan sangat matang ini merupakan balasan pembalasan atas kerusuhan Bombay sebelumnya yang menewaskan banyak orang.

Menurut beberapa terbitan, Bom Bombay 1993 disebut sebagai serangan bom paling mematikan dalam sejarah India.

Serangan ini disebut diotaki oleh Dawood Ibrahim, pemimpin sindikat kejahatan bawah tanah internasional yang berbasis di Mumbai bernama D-Company.

Baca Juga : Viral di Media Sosial, Beginilah Wujud Asli Bus Tayo ala Sukoharjo, Mau Naik Cukup Bayar Rp5 Ribu

Ibrahim dipercaya memerintahkan dan membantu mengatur pengeboman melalui dua anak buahnya, Tiger Memon dan Yakub Memon.

Dalam khasanah budaya populer, peristiwa Bom Bombay 1993 telah diabadikan dalam dua film.

Pertama Black Friday (2004)garapan sutradara Anurag Kashyap—berdasarkan buku Black Friday: The True Story of the Bombay Bomb Blasts yang ditulis Hussain Zaidi.

Kedua berjudul Bombay March 12 (2011) yang merupakan produksi Mollywood atau industri film India yang berbasis di Kerala dan berbahasa Malayalam.

Editor : Moh. Habib Asyhad

Baca Lainnya