Follow Us

Gegara Cabut 5 Pohon Pisang di Tanah Anaknya, Padla Tukang Becak di Pamekasan Diseret ke Pengadilan

Suar.id - Minggu, 03 Februari 2019 | 12:40
 Terdakwa Padla didampingi Tim LBH PUSARA usai sidang di PN Pamekasan, Jumat (1/2/2019).
Terdakwa Padla didampingi Tim LBH PUSARA usai sidang di PN Pamekasan, Jumat (1/2/2019).

Terdakwa Padla didampingi Tim LBH PUSARA usai sidang di PN Pamekasan, Jumat (1/2/2019).

Suar.ID – Gara-gara mencabut lima batang pohon pisang, Padla (65) warga asal Dusun Duwek Tinggi, Desa Blumbungan, Kecamatan Larangan, Kabupaten Pamekasan, terpaksa berurusan dengan penegak hukum.

Pasalnya, pria yang sehari-hari bekerja sebagai tukang becak tersebut diajukan ke persidangan oleh jaksa penuntut umum melalui kuasa penyidik Satreskrim Polres Pamekasan.

Padla menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri Pamekasan.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Tribunmadura.com, penyidik Satreskrim Polres Pamekasan diberikan kuasa oleh jaksa penuntut umum mengajukan tindak pidana ringan yang dilakukan Padla ke Pengadilan Negeri Pamekasan.

Baca Juga : Capek Membesarkan Anak, Seorang Ibu Jual Anaknya Seharga Rp 248 Juta

Sebelumnya, Padla di laporkan dengan dugaan pengrusakan dan penyerobotan tanah sebagaimana dimaksud dan diatur dalam pasal 406 KUHP dan peraturan pemerintah no 51 tahun 1960.

Marsuto Alfianto, Ketua Lembaga Bantuan Hukum Pusat Advokasi Masyarakat Nusantara (LBH PUSARA) sekaligus penasehat hukum terdakwa mengatakan, dirinya tidak tega melihat Padla berurusan dengan hukum.

Padahal terdakwa hanya mencabut pohon pisang yang dia klaim masih tanah miliknya.

“Tanah yang ditanami pohon pisang oleh Padla dikalim masih milik putranya yakni Harun, dan Harun sebagai pemilik tidak merasa tanah tersebut dijual kepada pelapor,” ujarnya kepada Tribunmadura.com, Jumat (1/2/2019).

Marsuto mengaku, bersama tim dari LBH PUSARA akan terus membela dan menegakkan kebenaran, agar majelis hakim menjatuhkan pidana yang seadil-adilnya.

“Kami akan melakukan upaya gugatan hukum keperdataan mengenai sertifikat yang dimiliki pelapor,” tegasnya.

Pantauan Tribunmadura.com, di ruang persidangan tampak istri Padla turut menemaninya dan meneteskan air mata.

Diketahui, Istri Padla tidak bisa melihat alias buta.

Kasus serupa di Malang

Selain Padla, kasus serupa juga pernah dialami Ahmad Kusnen (48) pada bulan Maret 2017. Guru Ngaji Musala Desa Kedungbanteng, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur menjadi terdakwa perkara pencurian dua batang kayu Mahoni untuk Musala.

Dalam menghadapi perkara hukum tersebut, Kusnen didampingi penasehat hukum terdakwa dari LPBH (Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum) NU Kabupaten Malang.

Baca Juga : Kebenaran di Balik Foto Diduga Pernikahan Richard Muljadi, Ibundanya Buka Suara

Kasus yang menjerat terdakwa bermula ketika dia dituduh mencuri dua pohon mahoni di hutan milik Perhutani.

Ahmad Kusnen dituntut 1 tahun 3 bulan penjara oleh JPU Kejari Kabupaten Malang.

Selain itu, JPU juga menuntut denda sebesar Rp 500 juta kepada terdakwa Ahmad Kusnen.

Terdakwa dinilai bersalah melakukan tindak pidana penebangan dua pohon Mahoni dalam kawasan hutan tanpa memiliki izin pejabat berwenang sesuai pasal 12 huruf b dan c UU nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan.

Kasus serupa di Jember

Hal senada juga dialami Alma (65), warga Desa Cangkring, Kecamatan Jenggawah, Kabupaten Jember, Jawa Timur.

Dia dilaporkan ke polisi karena mencuri tiga buah pepaya, pada sekitar bulan Maret 2018.

Kasus yang menjerat Nenek Alma ini cukup memprihatinkan. Karena rumah yang dia tempati sangat tidak layak dan nyaris roboh.

Sehari- hari, Nenek Alma bekerja sebagai buruh serabutan dengan penghasilan tidak menentu.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari, dia mencari sisa- sisa padi yang baru saja dipanen di sawah.

“Kuleh pera’ tokang ngasak padih e sabe, enggi genikah pera’ se e gebey kuleh ngakan (Saya cuman mencari sisa- sisa padi di sawah, itu saja yang saya kerjakan untuk memenuhi kebutuhan makan saya),” katanya saat ditemui di rumahnya, Sabtu (24/3/2018).

Baca Juga : Ibu Ini Menipu Polisi dengan Mengatakan Anaknya Hilang Hanya untuk Menguji Suaminya

Selain mencari sisa- sisa padi, Nenek Alma juga bekerja sebagai tukang tanam padi.

“Bektonah manje’ padih, kuleh norok manje’. Napah beih e kalakoh, asalkan halal (Waktunya tanam padi, saya disuruh untuk ikut menanam juga. Apa saja saya kerjakan, asalkan halal),” jelasnya.

Jika tidak ada pekerjaan, untuk mencukupi kebutuhan sehari- hari, Alma dibantu anak, saudara dan tetangganya.

“Saya tidak mau terus dibantu anak, saya juga tidak enak, apalagi kondisi anak saya juga tidak mampu,” tambahnya.

Nenek Alma bercerita, pepaya yang diambilnya tersebut lantaran terpaksa.

“Hanya untuk buat sayur saja, karena tidak ada lauk saat itu. Tidak saya jual, saya makan,” ujarnya.

Alma mengaku sangat menyesali perbuatannya.

Dia berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya itu.

“Kastah kuleh, kuleh ampon nyo’on saporanah, bunten tak kerah ngulangin pole (Saya menyesal, saya sudah minta maaf kepada pemilik, saya tidak akan mengulangi lagi),” katanya sambil berkaca- kaca.

Alma dilaporkan ke kepolisian sektor setempat karena diduga telah mencuri tiga buah pepaya milik Bawon, tetangganya sendiri.

Polisi kemudian memanggil pelapor dan Alma untuk dilakukan mediasi.

Merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung dan STR Kapolri, kasus pencurian di bawah Rp 2,5 juta bisa diselesaikan secara kekeluargaan.

Setelah dimediasi Kapolres Jember, AKBP Kusworo Wibowo, pelapor kemudian bersedia memaafkan dan Alma berjanji tidak mengulangi perbuatannya.

(Kuswanto Ferdian/Tribunmadura.com)

Artikel ini telah tayang di Tribunmadura.com dengan judul Gara-Gara Cabut Pohon Pisang di Lahan Milik Anaknya, Tukang Becak Renta di Pamekasan Dimeja Hijaukan

Baca Juga : Pengen Makan Gratis dan Enak Setiap Hari? Lihatlah Trik Sederhana dari Nelayan Ini!

Source : Tribun Madura

Editor : Masrurroh Ummu Kulsum

Baca Lainnya

Latest